Rabu 30 Dec 2020 04:57 WIB

Anatomi Hukum Kasus PTPN VIII VS Pesantren Habib Rizieq

Mengkaji kasus sengketa lahan HGU antara PTPN VIII dan Pesantren Habib Rizieq Shihab

Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Foto:

Yang membuat publik bertanya adalah selang waktu dari tahun 2013 hingga saat ini, terutama kita bangunan fisik pesantren kala dilakukan. Pertanyaannya saat itu pihak PTPN ada di mana? 

Adanya pertanyaan ini mengajak kita mundur ke belakang, sejak tahun dari berapa pihak-pihak yang mengaku sebagai pemilik menguasai tanah tersebut lalu menjual tanah tersebut kepada pihak pesantren/Habib Rizieq? 

Bisa jadi mungkin benar tanah itu merupakan HGU dari PTPN - tetapi telah ditelantarkan, karena itu digarap dan dikuasai oleh masyarakat termasuk beberapa pejabat. 

Nah, Pihak pesantren/Habib Rizieq dengan diketahui pejabat setempat membeli bidang-bidang tanah tersebut hingga seluas yang disebutkan dari mereka.

Secara teoritis, praktik dan normatif disini terindikasi mempunyai dua kemungkinan. Kemungkinan pertama bahwa komplain pihak PTPN VIII  telah lewat waktu (kadaluwarsa).

Kemungkinan kedua, menurut hukum acara seharusnya pihak PTPN VIII mengajukan komplain baik pidana atau perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada pihak pesantren/ tersebut. Bukan kepada pesantren/Habib Rizieq.

Ini karena pihak pesantren/Habib Rizieq dengan diketahui semua aparat dari mulai kepala desa hingga gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain, yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya.

Berbagai pengakuan yang menjual tanah tersebut itu dibenarkan oleh para pejabat terkait yang mengetahui dan memproses administrasi peralihan hak atas tanah tersebut. Bila tidak diakui, tentu jual beli tidak akan terjadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement