REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri berencana akan memeriksa tokoh Front Pembela Islam (FPI) sebagai tersangka kasus kerumunan massa di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pemeriksaan terhadap HRS dilangsungkan di rumah tahanan narkoba Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
“Hari ini fokus pemeriksaan Rizieq sebagai tersangka dalam kasus kerumunan Megamendung. Penyidik akan ke rutan narkoba untuk memeriksa,” ujar Dirtipidum Bareskrim Brigjen Polisi Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi, Senin (28/12).
Menurut Andi, pemeriksaan dilakukan untuk menggali keterangan HRS terkait barang bukti dan saksi yang sebelumnya dikumpulkan polisi untuk menjerat yang bersangkutan sebagai tersangka. Dalam kasus ini, HRS masih menjadi satu-satunya yang dijadikan tersangka pelanggaran protokol kesehatan.
“Hasil gelar perkara Polda Jabar tanggal 17 Desember hanya menetapkan MRS sebagai tersangka,” kata Andi.
Dalam kasus ini, HRS dijerat Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP. Saat ini HRS sendiri tengah berada di tahanan narkoba, dia dijebloskan ke penjara akibat kasus yang sama di Petamburan, Jakarta Pusat.
Namun, dalam perkara kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, HRS lewat tim kuasa hukumnya resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/12). Gugatan itu didaftarkan langsung oleh tim kuasa hukum dengan nomor register 150/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel.
"Alhamdulillah, hari ini selasa 15 desember 2020, Tim Advokasi HRS resmi mendaftarkan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian kepada IB HRS," Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar, Selasa (15/12).
Lanjut Aziz, praperadilan ini adalah upaya hukum untuk menegakkan keadilan, memberantas dugaan kriminalisasi ulama. Juga, kata Aziz, meruntuhkan dugaan diskriminasi hukum yang terus menerus diduga terjadi kepada masyarakat terutama jika berlainan pendapat dengan pemerintah.
"Ini adalah upaya elegan dan salah satu ikhtiar kami untuk membela kepentingan hukum Ulama,Habaib dan Imam Besar kita IB HRS," ungkap Aziz.