Ahad 27 Dec 2020 16:10 WIB

Masih Banyak ODGJ Dipasung di Tasikmalaya

Yadi kecil masih bisa bergaul dengan normal.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Muhammad Fakhruddin
Petugas mengevakuasi sejumlah pasien ODGJ di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu (26/12). Berdasarkan data Puskesmas Cipatujah, terdapat 150 kasus ODGJ di wilayah itu. Sebanyak enam orang di antaranya dipasung oleh keluarganya.
Foto:

Setelah keluar dari sekolah, Endang berkisah, anaknya itu sering bermain ke dalam hutan hingga berhari-hari. Bahkan, tak jarang sampai berbulan-bulan. 

Ketika berusia 15 tahun, Yadi bahkan pernah membunuh anak kecil berusia 4,5 tahun. "Kata dia, anak kecil itu monyet. Habis itu saya sekeluarga diusir dari Tobongjaya (Kecamatan Cipatujah) dan pindah ke sini. Saya di sini sudah 15 tahun," kata dia. 

Setelah Endang dan keluarganya pindah ke Desa Cipatujah, kelakuan Yadi tak berubah. Anak itu masih sering bermain ke dalam hutan. Hingga berbulan-bulan.

Puncaknya, sekira tiga bulan lalu, Yadi mencoba untuk melukai ayahnya. "Saya selalu bilang, bapak ini bapak kamu. Bapak ini bapak kamu. Malahan nendang lagi, nendang lagi, mukul lagi, mukul lagi. Kata dia bapak edan, bapak gelo," kata dia. 

Akibat kejadian itu, Yadi akhirnya masuk kamar pasung. Bukan atas kemauan ayahnya sendiri, melainkan juga atas permintaan warga sekitar lantaran Yadi juga sering membuat resah para tetangganya.

Endang mengaku sudah berulang kali membawa anaknya itu berobat. Mulai dari membawanya ke rumah sakit hingga ke orang pintar di Kabupaten Garut. Pihak rumah sakit mendiagnosis anaknya memiliki gangguan kejiwaan. Sementara kata orang pintar, anaknya itu ketempelan makhluk halus. 

Namun, setelah melalui berbagai pengobatan itu, Yadi tak juga sembuh. Ia pun tak memiliki banyak pilihan untuk melakukan perawatan kepada anaknya. Pemasukan dari kerja bersih-bersih di kantor polisi dan memungut barang bekas hanya cukup untuk menafkahi keluarga makan sehari-hari. 

"Saya sebagai orang tua mau anak saya sembuh. Saya sudah tidak punya istri. Istri menikah lagi. Saya biayain anak saya sendiri," kata lelaki kurus kecil itu sambil berusaha menahan air matanya bercucuran. 

Menurut dia, segala langkah sudah ditempuhnya. Ia sudah lapor kepada kepala desa setempat hingga kepada para polisi di tempatnya bekerja. Namun tak ada bantuan juga. Hanya petugas puskesmas yang kadang kala datang ke rumahnya untuk memberikan obat penenang ketika anaknya mengamuk di dalam kamar pasungnya.

Ia menambahkan, pihak puskesmas juga memfasilitasi dirinya untuk mengantar anaknya berobat. Namun, jarak rumah sakit dari tempat tinggalnya terlampau jauh. Berjarak sekira 2-3 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Endang mengaku tak punya biaya untuk secara rutin mengantar anaknya berobat.

"Saya sebagai orang tua juga gak tega memasung anak saya. Ngerinya bukan main. Kalau anak saya sembuh, saya akan sangat bahagia. Dunia ini serasa milik saya," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement