REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) sekaligus Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar, mengatakan kliennya belum memutuskan untuk mengajukan penangguhan penahanan kepada penyidik Polda Metro Jaya. Sejumah politikus memang sudah menyatakan kesiapannya menjadi penjamin bagi penangguhan penahanan HRS.
"Untuk permohonan penangguhan penahanan, HRS (Habib Rizieq Shihab) menghormati pihak-pihak yang bersedia menjamin untuk beliau. Akan tetapi HRS belum memutuskan untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan," kata Aziz, Senin (14/12).
HRS ditahan di Mako Polda Metro Jaya usai menjalani pemeriksaan secara intensif pada Sabtu (12/12). Pimpinan Ormas FPI tersebut ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran protokol kesehatan. Ia menjalani penahanan terhitung mulai 12 Desember hingga 20 hari ke depan.
Penahanan terhadap HRS mendapat banyak tanggapan di masyarakat terutama dari kalangan pendukungnya. Ada juga yang mengajukan petisi untuk membebaskannya tanpa syarat.
"Tapi kami menghargai jika ada berbagai petisi yang gencar dan masif yang menginginkan bebas tanpa syarat beliau, demi keadilan," kata Aziz.
Usai penetapan tersangka dan menjalani penahanan, pihak kuasa hukum juga tengah mempersiapkan upaya hukum lainnya lewat pengajuan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Informasi yang beredar kuasa hukum akan mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin ini.
Saat ditanya kapan akan mendaftarkan gugatan praperadilan, Aziz belum menjawab dengan pasti hari dan waktunya dan berjanji akan memberi kabar apabila materi praperadilan HRS telah rampung. "Insya Allah, masih dirampungkan oleh tim diketuai oleh advokat M Kamil Pasha. Nanti saja kalau sudah beres kita kabari, kalau sudah ada tanda terima pasti dikabari," kata Aziz.
HRS dianggap menyerahkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kerumunan Petamburan di tengah pandemi Covid-19 dengan jeratan Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP. Sementara itu, ada lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.