Rabu 09 Dec 2020 04:27 WIB

Pengamat: Tindakan Polisi Berpotensi Jadi Unlawful Killing

Pengamat menilai tindakan polisi dalam insiden dengan FPI berpotensi melanggar

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Polisi berjaga di area pintu akses mobil ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Selasa (8/12). Jenazah laskar FPI yang ditembak di Tol Jakarta-Cikampek itu telah selesai diautopsi dan telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dibawa ke rumah duka. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Polisi berjaga di area pintu akses mobil ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Selasa (8/12). Jenazah laskar FPI yang ditembak di Tol Jakarta-Cikampek itu telah selesai diautopsi dan telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dibawa ke rumah duka. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid menilai tindakan kepolisian terhadap anggota FPI berpotensi menjadi unlawful killing alias pembunuhan di luar hukum. Menurutnya, hal tersebut menyusul penembakan yang dilakukan aparat terhadap ormas tersebut.

Dia mengatakan, polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api sebagai 'ultimum remedium' atau upaya terakhir. Dia mengatakan, itu pun harus berdasarkan pada kondisi objektif serta situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya atau orang lain.

Baca Juga

"Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing yang sifatnya adalah melanggar hukum karena tindakan tersebut hakikatnya adalah kejahatan “crime” dan dapat diusut secara hukum," katanya.

Dia menjelaskan, dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif melarang keras tindakan pembunuhan di luar putusan pengadilan. Dia mengatakan, larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR yang telah diratifikasi melalui UU RI Nomor 12 Tahun 2005.

Dia melanjutkan, extra-judicial killing merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang secara konstitusional telah dijamin dan diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, tindakan yang demikian itu tidak dapat dibenarkan secara hukum sesuai prinsip Indonesia sebagai negara hukum.

"Tindakan polisionil tersebut, selain melanggar hak untuk hidup yang telah dijamin oleh konstitusi, juga melanggar UU RI Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM yang menjamin hak untuk hidup," katanya.

Dia menambahkan, penggunaan instrumen kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur sedemikian rupa, melalui Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan PERKAP No. 8 Tahun 2009.

"Secara hukum penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang potensial melanggar hukum oleh polisi tidak dapat dibenarkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement