Jumat 04 Dec 2020 18:02 WIB

Beda Proses Kasus Maaher dan Denny Siregar, Ini Alasan Polri

Mabes Polri mengakui ada kendala dalam penanganan kasus terkait Denny Siregar.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar enam bulan lebih penyelidikan kasus ujaran kebencian yang terkait Denny Siregar belum ada perkembangan signifikan. Mabes Polri mengakui ada kendala dalam kasus yang kini ditangani Polda Jawa Barat (Jabar) itu.

"Dalam penanganan kasus kita semua dari proses penyelidikan ke penyidikan berproses, memang di sana sudah saya tanyakan pada Dirkrimsus Polda Jabar ada kendala-kendala permasalahan," terang Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono dalam konferensi persnya, Jumat (4/12).

Baca Juga

Menurut Awi, kendala tersebut terkait saksi dengan capture yang ada sampai saat ini masih belum terpenuhi. Sehingga, kata Awi, orang orang yang ada didalam gambar itu sampai sekarang masih dicari. Namun, ia menegaskan bahwa semua kasus, termasuk kasus Denny Siregar akan ditangani secara profesional dan proporsional oleh petugas.

"Jadi kita tunggu saja," tegas Awi.

Di sisi lain, kasus ujaran kebencian yang menjerat Soni Eranata alias Maaher At-Thuwailibi sangat cepat ditangani. Bahkan hanya dalam hitungan hari saja, tersangka Soni yang juga terjerat kasus terkait Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sudah ditangkap dan dilakukan penahanan.

Terkait dua kasus itu, Awi meminta agar tidak dilihat dari luarnya saja.

"Perlu saya sampaikan case per case tidak sama, jangan dilihat dari cover-nya saja. Mungkin pasal boleh sama tapi dalam penanganan kasus. Kita semua dari proses penyelidikan ke penyidikan itu berproses," jelas Awi.

Denny Siregar sebelumnya telah dilaporkan ke polisi terkait pernyataannya dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.

Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor, Denny Siregar diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Yaved Duma Parembang, mengatakan, kasus dugaan pencemaran nama baik santri dengan terlapor Denny Siregar sampai saat ini masih dalam tahap klarifikasi dan penyelidikan. Sehingga, kepolisian tak menggunakan istilah pemanggilan.

"Sehingga tidak dikenal istilah surat panggilan. Adanya undangan klarifikasi," kata Yaved kepada Republika.co.id Selasa (6/10).

Sementara, Kabid Humas Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Erdi A Chaniago mengatakan, berdasarkan informasi dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Jabar, polisi sudah mengirimnya beberapa kali surat undangan kepada Denny Siregar. Namun, terlapor masih belum memenuhi undangan itu.

"Ternyata alamatnya berpindah-pindah. Kemarin itu posisinya lagi di Surabaya," kata dia ketika dikonfirmasi Republika, Selasa (6/10).

Kuasa hukum Denny Siregar mengaku belum menerima panggilan dari kepolisian terkait kasus dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan kepada santri dan pesantren di Tasikmalaya. Karena itu, Denny Siregar merasa belum perlu datang untuk memberikan keterangan kepada aparat kepolisian.

"Belum tahu kita. Belum ada (undangan pemanggilan)," kata kuasa hukum Denny Siregar, Muannas Alaidid, saat dikonfirmasi Republika, Selasa (6/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement