REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati, Arie Lukihardianti, Inas Widyanuratikah, Antara
Presiden Joko Widodo memperkirakan pemberian vaksin Covid-19 dapat dilakukan pada akhir Desember 2020 atau awal Januari 2021. Pemberian vaksin bergantung pada datangnya vaksin dan proses persiapan yang dilakukan di Indonesia.
"Soal vaksin, kita berharap vaksin ini bisa datang pada akhir November ini. Kita berusaha. Kalau tidak bisa, ya datangnya di bulan Desember," kata Presiden Joko Widodo saat melakukan peninjauan ke Puskesmas Tanah Sareal, Bogor, Rabu (18/11).
Menurut Joko Widodo, vaksin itu tiba, baik dalam bentuk vaksin jadi maupun dalam bentuk bahan baku yang akan diolah di Bio Farma Bandung. Semua vaksin yang akan digunakan, harus terdaftar dalam daftar vaksin di Lembaga Kesehatan Dunia (WHO). "Ini wajib," katanya.
Vaksin yang dibeli, kata Presiden, dari perusahaan yang mereknya telah terdaftar di WHO. "Saya tidak menyebut mereknya apa, tapi harus ada di dalam list WHO," katanya.
Presiden menjelaskan, setelah vaksin masuk ke Indonesia dan diterima, masih ada tahapan lagi di BPOM. Vaksin tidak bisa langsung disuntikkan. "Masih diperlukan emergency used authorization, dan tahapan itu memerlukan waktu sekitar tiga minggu," katanya.
Setelah mendapatkan izin dari BPOM, katanya, baru kemudian dilakukan vaksinasi. "Namun, kaidah-kaidah saintifik dan kaidah-kaidah ilmiah ini, juga sudah saya sampaikan. Wajib diikuti," katanya.
Penerima vaksin akan diutamakan kepada para tenaga kesehatan. "Siapa yang akan divaksin terlebih dahulu? Yang akan divaksin pertama adalah nanti tenaga kesehatan baik itu dokter, para dokter, para perawat dan tenaga medis, paramedis yang ada. itu yang diberikan prioritas," tambah Presiden.
Setelah tenaga kesehatan, vaksin akan disuntikkan kepada aparat TNI, Polri dan Aparatur Sipil Negara yang bekerja di ranah terdepan palayanan publik, guru, dan masyarakat umum lainnya. "Plus TNI dan Polri, kemudian baru ASN untuk pelayanan-pelayanan publik yang ada di depan, guru dan tentu saja kita semuanya," ungkap Presiden.
Presiden menyatakan persentase kasus aktif Covid-19 di Indonesia terus menurun hingga 12,73 persen per Selasa (18/11) atau jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata dunia yang mencapai 27,97 persen. Presiden menyebutkan terus menurunnya kasus aktif Covid-19 di Indonesia, menunjukkan kinerja yang cukup baik di pemerintah pusat dan daerah.
Selain itu, kata Presiden, rata-rata angka kesembuhan pasien dari Covid-19 di Indonesia juga meningkat, menjadi 84,02 persen. Sementara, rata-rata tingkat kesembuhan dari Covid-19 di dunia sebesar 69,62 persen. “Hal seperti inilah yang harus kita jaga dan kita perbaiki agar ke depan angka-angka itu lebih baik lagi,” ujar dia.
Pertama di Dunia
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebut Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan simulasi vaksinasi Covid-19. Hal ini pun, kata dia, diamini oleh perwakilan WHO yang ikut hadir dalam simulasi vaksinasi di Puskesmas Tanah Sereal, Bogor pagi ini.
"Anda bisa lihat itu teman dari WHO juga datang karena menganggap kita ini pertama melakukan simulasi vaksinasi. Di dunia dianggap yang pertama," kata Terawan.
Terawan menekankan, pemerintah terus melakukan sosialisasi agar masyarakat tergerak untuk ikut vaksinasi Covid-19 di kemudian hari. Salah satu bentuk sosialisasi adalah dengan memperbanyak simulasi yang dimulai hari ini di Bogor. Pemerintah pusat, ujarnya, juga melibatkan pemangku kepentingan lain seperti Komisi IX DPR dan para kepala daerah dalam memasifkan kampanye vaksinasi Covid-19.
"Dan itu menjadi sorotan dunia karena apa yang akan kita lakukan, kita siapkan diri dan terus menerus berlatih. Sehingga kalau vaksin itu sudah ada, ya kita tinggal melaksanakan. Supaya tidak kagok, istilah dalam bahasa jawa tidak kagok, tidak gagap," kata Terawan.
Mengenai jenis atau merek vaksin yang akan dipesan, Terawan menyebutkan bahwa pemerintah akan berkonsultasi dengan WHO untuk memutuskan vaksin dari pabrikan farmasi mana yang paling memungkinkan untuk dibeli. Yang terpenting, ujarnya, produk vaksin tersebut masuk dalam daftar rekomendasi WHO dan nantinya mendapat izin dari BPOM.
"Ya, (jadwalnya) on schedule. Bapak Presiden selalu on schedule. Kita upayakan, kita akan lakukan apa yang bapak Presiden sudah katakan," kata Terawan.
Kota Bogor adalah salah satu dari empat daerah yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat untuk melaksanakan simulasi vaksin Covid-19. Tiga daerah lainnya adalah Rumah Sakit Sulianti Saroso di Jakarta, Kabupaten Badung di Bali, dan Kota Ambon, Maluku.
Menurut Terawan, Kementerian Kesehatan terus melakukan simulasi, agar nantinya pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19, semuanya sudah siap, waktu dan frekuensinya terukur, serta alur pelaksanaannya tepat. "Karena itu, kita lakukan latihan terus dan koordinasi dengan semua elemen, baik wakil rakyat, pemerintah daerah, dan juga dengan WHO," katanya.
Sasaran lainnya, kata dia, simulasi pemberian vaksin sekaligus sosialisasi, agar masyarakat dapat memahami tata caranya dan tidak takut, pada saat pelaksanaan vaksinasi nantinya.
"Saat ini dilakukan simulasi agar terbuka, masyarakat tahu disuntik seperti ini, diperiksa seperti ini dan dikontrol seperti ini, sehingga masyarakat menjadi jelas apa yang mesti dilakukan," terangnya.
Terawan mengucap hingga saat ini belum ada negara yang berhasil menemukan vaksin Covid-19. Seluruhnya masih menempuh uji klinis tahap tiga, termasuk vaksin Merah Putih yang dibuat oleh BioFarma di Bandung.
Tahap Monitoring
Uji klinis tahap tiga vaksin Covid-19 di Indonesia memasuki tahap monitoring. Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, monitoring selesai di Mei 2021.
Honesti menjelaskan, kegiatan uji klinis tahap tiga untuk vaksin Covid-19 ini, merupakan bagian dari Uji Klinis Global, yang dilaksanakan empat negara (multicenter) seperti Brasil, Chile, Indonesia dan Turki dengan total melibatkan lebih dari 20 ribu relawan.
Menurutnya, tujuan dilakukannya uji klinis secara multicenter ini, adalah untuk melihat tingkat keampuhan vaksin ini, pada berbagai ras di dunia. “Jadi Indonesia adalah bagian dari uji klinis global tahap tiga untuk calon vaksin Covid-19 dari Sinovac, dengan total relawan lebih dari 20 ribu. Di Indonesia sendiri, dilaksanakan di Bandung dengan jumlah relawan sebanyak 1.620 yang berasal dari multi etnis yang ada di Indonesia, bahkan beberapa relawan ada yang berasal dari keturunan Eropa,” ujar Honesti, Kamis malam (12/11).
Sejauh ini dari uji klinis calon vaksin Covid-19 di Indonesia, tidak ditemukan laporan mengeanai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius atau Serious Adverse Event (SAE) atau kejadian serius yang tidak diinginkan dari para relawan yang diduga berhubungan dengan vaksin atau kegiatan vaksinasi.
Indonesia juga terus mengupayakan pengembangan vaksin dengan platform yang beragam. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN), Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengembangkan vaksin dengan platform inactivated virus. Saat ini, pemerintah sedang mencari pabrik swasta yang mampu memproduksi vaksin dengan platform ini.
Pengembangan vaksin dengan platform inactivated virus artinya menggunakan virus yang telah dimatikan. Bambang menjelaskan, vaksin dengan platform ini lebih cepat dikembangkan. Vaksin Covid-10 Sinovac dari China menggunakan platform ini dalam mengembangkan virusnya.
Walaupun lebih cepat, PT Bio Farma sebagai industri yang bergabung dengan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 belum mampu memproduksi vaksin dengan platform ini. Oleh karena itu, pemerintah ingin memastikan ketersediaan fasilitasnya terlebih dahulu.
"Kita ingin memastikan dulu, ada tidak fasilitasnya. Karena itu kita berkomunikasi dengan pabrik-pabrik swasta, karena Bio Farma tidak punya fasilitas itu, apalagi lab seperti Eijkman," kata Bambang menjelaskan.
Mengembangkan vaksin dengan platform inactiviated virus, artinya harus mendapatkan virus secara utuh yang masih hidup kemudian dilemahkan. Hal ini memiliki risiko yang tinggi karena peneliti harus berada sangat dekat dengan virus yang masih hidup.
Jika virus dilemahkan, yang perlu dijadikan perhatian adalah apakah virus tersebut sudah mati sepenuhnya. Dikhawatirkan, masih ada bagian dari virus yang tidak sepenuhnya mati dan justru berbahaya ketika disuntikkan.
"Jadi ini plusnya, bisa lebih cepat tapi juga berisiko," kata dia menambahkan.
Saat ini, sebanyak enam lembaga penelitian dan perguruan tinggi melakukan pengembangan vaksin. Platform yang digunakan pun berbeda-beda, antara lain dengan DNA dan RNA, protein rekombinan, dan adenovirus.