Jumat 13 Nov 2020 17:41 WIB

Kasus Kekerasan Seksual Ibarat Fenomena Gunung Es

Survei Nasional 2018 mengungkap, satu dari 17 anak laki-laki alami kekerasan seksual.

Kampanye antikekerasan terhadap anak (ilustrasi). Masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat namun tidak dilaporkan.
Foto: Antara
Kampanye antikekerasan terhadap anak (ilustrasi). Masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat namun tidak dilaporkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Bidang Komunikasi Pembangunan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati mengatakan, kasus kekerasan seksual ibarat fenomena gunung es. Artinya, masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat namun tidak dilaporkan.

"Korban yang umumnya perempuan dan anak bukan hanya menderita lahir batin, baik fisik dan psikis yang berkepanjangan, tetapi juga mengalami pendarahan, kerusakan reproduksi, disiksa, diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi sampai meninggal dunia," kata Ratna saat membacakan sambutan Menteri I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga dalam seminar daring yang diadakan Kongres Wanita Indonesia diikuti dari Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Ratna mengatakan, korban yang mengalami penderitaan memerlukan layanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, pendampingan, dan bantuan hukum. Korban juga perlu diupayakan untuk mendapatkan restitusi atau penggantian kerugian materiil dan immateriil dari pelaku.

Menurut data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Pusat Statistik, satu dari 17 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual dan satu dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual.

"Data Sistem Informasi Perempuan dan Anak juga mencatat korban kekerasan terhadap anak sebagian di antaranya adalah korban kekerasan seksual," tuturnya.

Karena itu, Ratna mengatakan, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sangat penting dan tidak dapat ditunda lagi. Untuk menghimpun berbagai perspektif, pandangan, upaya, pendapat, dan masukan dari berbagai pihak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus membuka ruang diskusi dan dialog.

Hal itu, menurut Ratna, juga sesuai dengan lima isu prioritas yang diamanatkan Presiden Joko Widodo kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang salah satunya adalah penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ia menyebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah mendapatkan tambahan tugas dan fungsi sebagai penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan pelindungan khusus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement