Rabu 11 Nov 2020 09:46 WIB

Kasus Korupsi Asabri, Mengapa Kejagung Belum Mau Ambil Alih?

Mabes Polri menaikkan status kasus dugaan korupsi PT Asabri ke penyidikan.

Suasana kantor PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) PT Asabri di Kantor Pusat Asabri di Jakarta, Kamis (20/12). Mabes Polri telah menaikkan status kasus dugaan korupsi di PT Asabri ke penyidikan. (ilustrasi)
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Suasana kantor PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) PT Asabri di Kantor Pusat Asabri di Jakarta, Kamis (20/12). Mabes Polri telah menaikkan status kasus dugaan korupsi di PT Asabri ke penyidikan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Bambang Noroyono, Iit Septyaningsih, Retno Wulandhari, Muhammad Nursyamsi

Kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Darat Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) telah naik tahap penyidikan. Hal itu diumumkan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono.

Baca Juga

“Sudah kami koordinasikan dengan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya bahwasannya ada beberapa laporan polisi terkait dengan laporan Asabri," ujar Awi dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (10/11).

Menurut Awi, laporan pertama bernomor A077/II/2020 Dittipideksus Bareskrim tanggal 7 Februari 2020. Kata Awi, sejak adanya LP itu, polisi telah melakukan penyidikan dan penyidik telah melakukan pemeriksaan sebanyak 43 saksi dan menyita beberapa laporan keuangan. Dari LP ini,ada empat laporan keuangan serta empat dokumen yang telah disita.

"Kedua LP no: A0175/III/ Bareskrim tanggal 24 Maret 2020 juga sudah dilakukan penyidikan mulai tanggal 22 April 2020 di telah melakuka pemeriksaan sebanyak enam orang," kata Awi.

Selanjutnya, laporan polisi dengan nomor 63/I/25/2020 SPKT PMJ tanggal 15 Januari 2020. Kemudian sejak tanggal 15 Januari 2020 telah melakukan penyidikan kasus tersebut yaitu telah memeriksa 94 saksi. Hasil dari hasil koordinasi dengan Polda Metro jaya untuk kasus ini, pihaknya mendahulukan penyidikannya oleh Polda Metro Jaya.

"Bareskrim Polri masih menunggu hasil penyidikan dari Direskrimsus Polda Metro Jaya untuk memulai penyidikan materi lain dalam dugaan korupsi perusahaan pelat merah ini," ungkap Awi.

Perkembangan tahap penyidikan, juga masih menunggu hasil final audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara ini, hitungan awal auditor negara menaksir potensi kerugian investasi Asabri, yang mengalihkan investasinya dari deposito ke penempatan saham langsung dan reksa dana sejak, bisa mencapai Rp 16 triliun.

Berbicara terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengakui adanya dorongan terhadap institusinya untuk melanjutkan penyidikan dugaan korupsi PT Asabri. Menurut Ali, dorongan tersebut setelah Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri berencana untuk melimpahkan penanganan perkara tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Dirdik (Direktur Penyidikan) pernah lapor ke saya, kemarin Dirtipikor Mabes Polri datang ke sini (Gedung JAM Pidsus). Salah satu yang dibicarakan, penyelesaian kasus Asabri. Termasuk soal opsi menyerahkan kasus itu, ke sini (Kejagung),” terang Ali saat ditemui di Gedung Pidsus, Kejagung, Jakarta, Senin (9/11) malam.

Namun, laporan dari Dirdik Febrie Adriansyah atas pertemuan dengan Dirtipikor Polri tersebut, Ali tak mengiyakan. “Saya bilang, ntar dulu lah,” ungkap Ali menambahkan.

Ali menerangkan, JAM Pidsus sekarang ini, sedang dalam masa penyesuaian sumber daya manusia (SDM) dan kualitas para jaksa penyidiknya. Pun, kata Ali, sejumlah kasus korupsi yang sedang ditangani di JAM Pidsus, masih menjadi beban penyelesaian.

“Bukan bersedia atau tidak bersedia. Semua perkara pidsus memungkinkan untuk ditangani di sini (JAM Pidsus). Tapi, kan Polri punya kewenangan juga kan?” kata Ali.

Wacana pembentukan tim penyidikan gabungan antara Kejagung dan Mabes Polri untuk pengungkapan kasus Asabri tersebut, pun menurut Ali, belum dapat dilakukan. Karena tak ada aturan pendukungnya.

“Apa memungkinkan seperti itu (tim penyidikan gabungan JAM Pidsus dan Dirtipikor Polri)? Undang-undangnya beda. Kalau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) masih bisa mengambil alih. Dia (KPK) bisa melanjutkan,” kata Ali.

Kasus dugaan korupsi PT Asabri, bersamaan dengan terungkapnya skandal serupa yang dialami PT Asuransi Jiwasraya pada awal tahun ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2020 pernah menaksi angka kerugian negara dalam dugaan korupsi di Asabri mencapai Rp 16 triliun. Nilai kerugian yang sama, juga dalam kasus Jiwasraya, sebesar Rp 16,8 triliun. Namun, penanganan kasus tersebut berbeda.

Kasus Jiwasraya, sejak Desember 2019 dalam penanganan di JAM Pidsus. Enam terdakwa terkait kasus tersebut, sudah divonis bersalah, dan dipenjara seumur hidup, serta diminta mengganti kerugian negara senilai Rp 16,8 triliun. JAM Pidsus, pun masih punya tunggakan penyelesaian kasus tersebut, untuk pemidanaan 13 perusahaan manajer investasi (MI), serta dua tersangka perorangan lainnya, yang belum naik ke persidangan.

Sedangkan dalam kasus dugaan korupsi di Asabri, penanganannya, sejak awal ada di Bareskrim Polri. Akan tetapi, sampai saat ini, perkembangan penyidikan kasus tersebut mandek. Bahkan kepolisian, belum berhasil menemukan, dan menetapkan satu pun nama yang menjadi tersangka.

Pada awal Januari, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, Polri memiliki tanggung jawab moral menangani kasus korupsi PT Asabri. Alasannya, ada ratusan ribu anggota Polri yang menjadi pemegang polis Asabri.

"Sekarang masih diperiksa polisi dan polisi memang merasa bertanggung jawab secara moral atas itu karena dari 940 ribu atau 980 ribu prajurit TNI-Polri, 600 ribu-nya itu Polri. Sehingga Polri juga merasa harus melindungi warganya," kata Mahfud.

Direktur Utama PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabari) Sonny Widjaja pernah menegaskan, uang nasabah tidak hilang dan tidak dikorupsi. Ia memastikan, dana tersebut dikelola secara aman oleh perseroan.

"Saya ingin melakukan klarifikasi terhadap pemberitaan media yang beredar belakangan ini. Kepada seluruh peserta Asabri, baik prajurit TNI, anggota Polri, dan seluruh ASN (Aparatur Sipil Negara), Kemhankampolri, saya menjamin uang kalian yang dikelola di Asabri aman, tidak hilang dan tidak dikorupsi," ujar Sonny kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (16/1).

Pada kesempatan tersebut, ia pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh serta terprovokasi dengan kabar yang beredar. Sebab menurutnya, berbagai pemberitaan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Saya tegaskan berita-berita itu adalah berita-berita yang tidak benar. Kepada pihak-pihak yang ingin berbicara tentang Asabri harap menggunakan cara dan fakta yang sudah terverifikasi," kata dia.

Namun, beberapa pekan kemudian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI di Gedung DPR, Sonny mengakui PT Asabri mengalami penurunan aset. Hal itu terjadi lantaran penempatan investasi pada saham dan reksa dana pada grup usaha Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, dua orang yang kemudian menjadi terpidana dalam kasus Jiwasraya.

Sonny menjelaskan, pengelolaan program Tabungan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM) yang mengalami penurunan aset, di mana total aset dalam pengelolaan program tersebut tercatat sebesar Rp 19,4 triliun pada 2018 dan dalam laporan keuangan 2019 yang belum diaudit tercatat sebesar Rp 10,6 triliun.

"Ini terjadi karena penurunan nilai saham dan reksadana dan yang menonjol  saham dan reksadana dua orang yang menjadi tetangga sebelah kita (Benny dan Heru)," ujar Sonny saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/1).

Sonny menambahkan, penurunan juga terjadi pada total aset dalam iuran pensiun di mana mencapai Rp 26,9 triliun pada 2018, kemudian turun drastis hingga sebesar Rp 18,9 triliun. Sonny menyebut penurunan ini juga tak lepas dari andil penempatan investasi pada saham dan reksadana pada grup usaha Benny dan Heru.

Sonny menyebut Benny dan Heru telah berkomitmen mengembalikan kerugian investasi sebesar Rp 10,9 triliun yang dialami perusahaannya atas investasi saham dan reksa dana tersebut. Menurut Sonny, Benny Tjokro sudah menyampaikan komitmennya untuk mengembalikan kerugian Asabri sebesar Rp 5,1 triliun, sementara Heru Hidayat akan mengembalikan kerugian sebesar Rp 5,8 triliun.

Sonny mengatakan, Asabri telah meminta pertanggungjawaban kepada kedua orang tersebut pada pertengahan 2019, di mana saham perusahaan di grup usaha Benny dan Heru yang terus menurun. Keduanya, lanjut Sonny, telah menyanggupi untuk membayar utang dan melakukan penandatangan.

"Akhirnya mereka komitmen, Anda (anggota DPR) saya berikan berkasnya, beliau sudah tanda tangan notariat, potensi kembali, kalau saya gabung dua orang itu kurang lebih akan ketemu Rp 10,9 triliun," ucap Sonny.

Dalam rapat dengan Komisi XI DPR pada Februari, Sonny mengungkap PT Asabri mengalami negative underwriting selama 10 tahun belakang. Sonny mengatakan, negative underwriting terjadi karena penerimaan premi yang lebih kecil daripada beban klaim dan beban liabilitas manfaat polis masa depan (LMPMD). Pada 2010, Sonny menyampaikan negative underwriting tercatat sebesar Rp 312 miliar. Angka tersebut terus meningkat hingga 2019 mencapai Rp 1,23 triliun.

"Asabri sebenarnya sudah mulai mengalami negative underwriting sejak 1976 tapi sejak 2010 berturut-turut negatif sampai 2019," kata Sonny.

 

photo
Majelis hakim sebut terpidana berjudi dengan gunakan uang nasabah Jiwasraya. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement