REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Haura Hafizhah
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, terjadi peningkatan kasus Covid-19 di tingkat nasional pada pekan ini dibandingkan pekan sebelumnya. Pada pekan ini, peningkatan kasus positif tercatat sebesar 3,2 persen.
“Ini adalah perkembangan ke arah yang kurang baik karena kasus positif mengalami peningkatan,” kata Wiku saat konferensi pers, Selasa (10/11).
Pada Selasa dilaporkan terdapat penambahan 3.779 kasus baru positif Covid-19. Sehingga, total kasus positif Covid-19 di Indonesia saat ini sebesar 444.348.
Wiku mengatakan, penambahan kasus positif harus terus menurun setiap minggunya. Selain itu, penurunan kasus Covid-19 pun diharapkan bukan merupakan hal yang semu. Sebab, tren penurunan kasus pada pekan lalu ternyata disebabkan oleh penurunan jumlah pemeriksaan.
“Hal ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, terlepas dari adanya masa libur pemerintah pusat dan dari daerah harus tetap menggencarkan 3T, bagi masyarakat untuk melaksanakan protokol 3M,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wiku pun mengapresiasi sejumlah provinsi yang berhasil menekan angka kasus positifnya. Yakni Sumatera Barat, Kepulauan Riau, DIY, Papua Barat, dan Papua.
Namun, sejumlah provinsi lainnya yang sebelumnya sempat mengalami kenaikan kasus tertinggi, kini kembali masuk dalam daftar lima besar kenaikan kasus. Kelima daerah tersebut yakni Jawa Tengah yang naik 919 kasus, Jawa Barat naik 833 kasus, DKI Jakarta naik 410 kasus, Kalimantan Timur naik 207 kasus, dan Kalimantan Barat naik 199 kasus.
“Dimohon kepada kelima provinsi ini untuk jangan lengah. Kami melihat tren bahwa lima besar penambahan kasus positif mingguan tertinggi masih konsisten pada 10 provinsi pada pekan ini dan pekan sebelumnya. Tidak ada perubahan secara signifikan,” jelasnya.
Selain peningkatan kasus positif, angka kasus kematian juga meningkat sebesar 3,6 persen pada pekan ini. Wiku menyebut, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada lima provinsi yang mengalami kenaikan angka kematian tertinggi, yakni di Jawa Tengah (naik 25), Jawa Timur (10), Sumatera Selatan (9), Banten (8), dan Sumatera Utara (8).
“Sedikit berbeda dengan penambahan kasus positif, untuk penambahan kasus kematian tertinggi didominasi oleh Pulau Jawa dan Pulau Sumatera,” kata Wiku saat konferensi pers, Selasa (10/11).
Sementara itu, persentase kasus meninggal tertinggi yakni ada di Jawa Timur yang sebesar 7,14 persen, NTB sebesar 5,46 persen, Sumatera Selatan sebesar 5,39 persen, Jawa Tengah sebesar 4,95 persen, dan Bengkulu yakni 4,62 persen. Kendati demikian, ia menyebut persentase kasus meninggal ini cenderung terus menurun dari pekan-pekan sebelumnya.
“Mohon kepada provinsi yang masuk ke dalam lima besar kenaikan tertinggi untuk dapat betul-betul melaksanakan treatment atau penanganan pasien Covid dengan baik utamanya pada pasien dengan gejala sedang dan berat, serta pasien dengan komorbid,” kata Wiku.
Update situasi terkini perkembangan #COVID19 di Indonesia (10/11)
(Sebuah utas)#BersatuLawanCovid19 #dirumahaja #JagaJarak #adaptasikebiasaanbaru pic.twitter.com/OWz6YMwaGW
— Kemenkes RI (@KemenkesRI) November 10, 2020
Zona merah bertambah
Satgas Penanganan Covid-19 juga menyayangkan melonjaknya jumlah daerah yang memiliki risiko penularan Covid-19 tinggi atau zona merah. Jumlah daerah zona merah bertambah dari 19 kabupaten/kota pada pekan lalu menjadi 27 kabupaten/kota pada pekan ini (per 10 November).
Dinamika pergerakan level zonasi yang terjadi pekan ini menunjukkan, ada 19 daerah yang statusnya naik dari zona oranye atau risiko sedang ke zona merah. Wiku mengingatkan, apabila masyarakat dan pemerintah daerah lengah sedikit saja dalam menerapkan protokol kesehatan, maka sangat mungkin status risiko penularan Covid-19 mengalami peningkatan.
"Dan terjadi pada 19 kabupaten/kota pekan ini. Ini menunjukkan masyarakat dan pemda benar-benar lengah," ujar Wiku.
Di Pulau Jawa, daerah yang statusnya naik dari zona oranye ke zona merah di antaranya adalah Kabupaten Bantul di DI Yogyakarta; Kabupaten Karawang dan Bekasi di Jawa Barat; serta Kabupaten Cilacap, Kabupaten Magelang, Karanganyar, Tegal, dan Semarang di Jawa Tengah.
Sementara untuk zona oranye mengalami penurunan tipis, dari 371 kabupaten/kota pekan lalu menjadi 370 daerah pekan ini.
"Saya kembali ingatkan bahwa masih banyak kab kota yang cukup merasa aman berada di zona oranye. Zona oranye masih berbahaya dan brisiko tinggi tingkatkan penularan. Semakin daerah merasa nyaman di zona oranye maka mereka membuka peluang untuk masuk ke zona merah," kata Wiku.
Untuk daerah berisiko rendah atau zona kuning, Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan adanya penurunan. Jumlahnya berkurang dari 104 kabupaten/kota pada pekan lalu menjadi 97 daerah pekan ini.
Sementara untuk daerah yang tidak mencatatkan kasus baru, jumlahnya naik dari 8 kabupaten/kota pekan lalu menjadi 9 daerah pekan ini. Penurunan justru terjadi pada daerah yang tidak terdampak. Jumlahnya turun dari 12 daerah pada pekan lalu menjadi 11 daerah pekan ini.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat dan pemda benar-benar lengah dan jangan sampai ini terjadi. Kami ingin sampaikan keadaan bahwa daerah yang wilayahnya saya sebutkan, mohon evaluasi kembali penerapan protokol kesehatan," kata Wiku.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan saat ini pemerintah harus bisa melakukan pengawasan secara ketat terkait protokol kesehatan Covid-19 di seluruh daerah. Apalagi nanti, pada bulan Desember akan ada liburan panjang, pemerintah harus antisipasi hal seperti itu dari sekarang.
“Sekarang saja pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron untuk mengawasi protokol kesehatan Covid-19. Mereka kurang awasi protokol kesehatan di dalam masyarakat. Ya jelas saja yang terkena Covid-19 semakin banyak. Bulan Desember apalagi nanti ada Pilkada dan libur panjang. Itu gimana? pemerintah sudah punya rencana untuk antisipasi tersebut? Kalau belum nanti ada klaster baru terus semakin banyak lagi yang kena,” katanya saat dihubungi Republika, Ahad (8/11).
Trubus menambahkan, pemerintah pusat harus lakukan penguatan pengawasan terhadap pemerintah daerah. Ia mencontohkan, banyak daerah yang hingga kini kekurangan alat untuk tes Covid-19. Kondisi itu berakibat pada banyak orang tanpa gejala yang tidak terdeteksi.
“Jadi gini, Covid-19 ini kan ada peraturan perundang-undangnya ya sesuai peraturan saja diterapkan ke masyarakat. Nah, sekarang kenyataannya tidak diimplemasikan. Tapi pengin memutus mata rantai Covid-19 ya tidak bisalah. Penerapannya saja setengah-setengah. Pemerintah harus pikirkan itu,” kata dia.