Selasa 10 Nov 2020 09:41 WIB

Pahlawan Nasional Pertama dari Papua Barat

Machmud Singgirei Rumagesan menjadi pahlawan nasional pertama dari Papua Barat.

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma
Foto: dok. KIP/Setwapres
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada tokoh asal Papua Barat sekaligus pendiri Tjendrawasih Revolutionary Movement of West Irian (GTRIB) Machmud Singgirei Rumagesan. Ia dianggap berjasa dalam tonggak sejarah bangsa.

Dikutip dari Kementerian Sosial, Machmud Singgirei Rumagesan bersama lima tokoh lainnya, yakni Sultan Baabullah, Jenderal Polisi Purnawirawan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Arnold Mononutu, Mr Sutan Mohammad Amin Nasution, dan Raden Mattaher bin Pangeran Kusen bin Adi akan disematkan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Selasa (10/11).

Pada kegiatan tersebut Presiden Joko Widodo dijadwalkan bertindak sebagai inspektur upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional pukul 10.00 WIB setelah rangkaian kegiatan ziarah nasional di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dan tabur bunga di Perairan Teluk Jakarta dilaksanakan.

Bila tidak ada perubahan, Machmud Singgirei Rumagesan akan menjadi tokoh asal Papua Barat pertama yang menyandang gelar pahlawan nasional.

Perjuangan tokoh asal Papua Barat tersebut dalam mengusir penjajah berawal dari ketidaksenangannya terhadap pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang pada buruh di tanah kelahirannya. Hal itu terjadi lantaran perusahaan Belanda Maatschapijj Colijn mempekerjakan buruh dengan sewenang-wenang di Papua Barat.

Hal itu lantas membuat Machmud Singgirei Rumagesan yang juga raja di kawasan Sekar atau sekarang dikenal Kabupaten Fakfak geram terhadap Belanda. Ia kemudian mengajukan syarat terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Sejak peristiwa itu, muncul konflik antara Rumagesan dengan pemerintahan Belanda. Pada 1934 sekitar 73 pengikut raja ditangkap. Akibatnya, ia diasingkan ke Saparua dan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara, sedangkan para pengikutnya dipenjara selama 10 tahun.

Tidak berputus asa, tokoh berdarah Papua tersebut terus menyebarluaskan semangat nasionalismenya kepada para tahanan di berbagai penjara tempat ia ditahan. Perlu dicatat, Rumagesan tidak hanya sekali dijebloskan ke hotel prodeo. Ia sering dipenjarakan karena sikap kepahlawanan dan cinta Tanah Airnya dalam menentang Belanda.

Semasa hidupnya, ia pernah merasakan dinginnya malam di balik jeruji besi di Saparua, Sorong-Doom, Manokwari, Hollandia atau yang sekarang Jayapura, serta Makasar.

Di balik jeruji besi, sang raja terus gencar menyebarkan semangat nasionalisme. Kian hari, pengikutnya terus bertambah. Bahkan, salah seorang sipir penjaga penjara juga terpengaruh oleh pola pikirnya yang merupakan pribumi asli Papua.

Pada 1953 ia mendirikan sebuah organisasi pembebasan Irian Barat di Makasar yang disebut GTRIB. Pada sidang Dewan Nasional 1957 Rumagesan juga menyerukan Irian Barat harus kembali ke Indonesia.

Organisasi yang dipimpinnya tersebut kala itu meminta Pemerintah Indonesia membentuk pemerintah lokal di Papua yang dipimpin orang asli Papua sebagai bagian dari Indonesia untuk menentang Belanda yang masih menjajah Tanah Papua pasca-kemerdekaan Indonesia 1945.

Pada 1 Maret 1946 ia kembali menentang Belanda yang kembali ke Tanah Air setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Pada saat itu tokoh asal Papua tersebut menurunkan bendera Belanda yang dikibarkan di bumi pertiwi sebagai bentuk penolakan.

Bahkan, ia telah berencana memulai kembali pergerakan dengan menentang Belanda. Pada saat itu ia juga telah mengumpulkan puluhan pucuk senjata api untuk mengusir Belanda. Namun, sayangnya, rencana raja dari Tanah Mutiara Hitam itu diketahui musuh sehingga ia kembali mendekam di penjara.

Keinginannya untuk kembali dan melihat Tanah Papua Barat bebas dari jeratan penjajahan Belanda tercapai ketika ia kembali ke kampung halamannya pada 15 Mei 1964. Sayangnya, dua bulan kemudian, dia mengembuskan napas terakhir, tepatnya pada 5 Juli 1964.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement