REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lena Maryana Mukti meyakini bahwa pemerintah selalu memikirkan nasib buruh dan pengusaha dalam memutuskan upah minimum provinsi (UMP) 2021.
"Saya yakini negara tidak akan menelantarkan para pekerja dan juga selalu memikirkan nasib pengusaha. Pemerintah menjaga itu," kata Lena.
Hal itu disampaikannya menanggapi Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) yang isinya mengatur tentang penetapan UMP 2021. Dalam SE Menaker Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 Pada Masa Pandemi Covid-19 disebutkan gubernur diminta menyesuaikan penetapan nilai UMP 2021 sama dengan nilai UMP 2020. Artinya, tidak ada kenaikan UMP tahun depan.
Penyebab tidak ada kenaikan UMP adalah kondisi perekonomian nasional yang merosot sebagai dampak dari pandemi Covid-19, sebagaimana terlihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan kedua yang minus 5,32 persen. Survei dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 82,85 persen perusahaan cenderung mengalami penurunan pendapatan, 53,17 persen usaha menengah dan besar, serta 62,21 persen usaha mikro dan kecil menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.
Lena mengakui pemerintah di posisi dilematis dalam memutuskan upah minimum provinsi (UMP) 2021. Sebab, di satu sisi pemerintah memikirkan kesejahteraan buruh, sementara di sisi lain jangan sampai kebijakan yang diambil terkait UMP memberatkan dunia usaha.
Lena mengatakan, pemerintah tidak akan serta merta mengambil keputusan hanya mempertimbangkan satu sisi, buruh atau pengusaha, tetapi mendengarkan masukan-masukan dari banyak pihak. Pemerintah, pasti sudah memikirkan jalan terbaik saat pandemi Covid-19.
"Kebijakan yang diambil pemerintah pasti diperhitungkan dengan matang dengan sebaik-baiknya. Negara tidak akan menelantarkan rakyatnya," tegas Lena.
Risiko paling buruk ketika UMP naik, lanjut Lena, adalah potensi buruh kena pemutusan hubungan kerja akan semakin besar karena perusahaan tidak mampu membayar. Apalagi, saat ini saja sudah ada sekitar 7 juta orang kena PHK, terhitung sejak adanya pandemi Covid-19.