REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mendorong pemerintah pusat dan daerah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Evaluasi PJJ selama fase kedua yang sudah berjalan selama empat bulan ini harus dilakukan secara menyeluruh.
"KPAI mendorong Kemendikbud, Kemenag, Dinas-dinas pendidikan dan kantor wilayah Kementerian Agama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ," kata Retno, dalam keterangannya, Jumat (30/10).
Menurutnya, tidak ada kasus bunuh diri siswa di tempat lain, bukan berarti sekolah atau daerah lain menjalani PJJ yang baik-baik saja. Ada kemungkinan fenomena ini seperti gunung es dari pelaksanaan PJJ yang bermasalah dan kurang memperhatikan kondisi psikologis anak.
Sebelumnya terjadi kasus bunuh diri siswa SMP di Tarakan yang diduga karena keberatan menjalankan tugas-tugas selama PJJ. Retno menjelaskan, ia sudah mendengar penjelasan orang tua korban yang mengatakan korban memiliki 11 tagihan tugas mata pelajaran.
Menurut orang tuanya, korban tidak mengerjakan tugas bukan karena malas. Namun, korban merasa kesulitan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Sementara itu, orang tua korban tidak bisa banyak membantu terkait pengerjaan tugas tersebut.
"Barangkali tujuan pihak sekolah hanya sekedar mengingatkan dan memberikan dorongan agar para siswanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugasnya yang tertumpuk. Namun, bagi remaja yang mengalami masalah menta ketidakmampuan mengerjakan tugas-tugas PJJ, memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri," kata Retno menambahkan.
Selain itu, KPAI juga mendorong agar Kemendikbud melakukan sosialisasi secara masif mengenai pedoman penyelenggaraan bejalar dari rumah dalam masa Covid-19. Kemendikbud sebelumnya sudah menyatakan agar pembelajaran di rumah tidak untuk memenuhi ketuntasan kurikulum, namun bertujuan untuk mendapatkan pembelajaran yang bermakna.