Senin 26 Oct 2020 18:31 WIB

Dewas Belum Terima Laporan ICW Terhadap Ketua KPK

Dewas KPK belum terima laporan ICW soal dugaan pelanggaran etik Ketua KPK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku belum mendapat laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli Bahuri. Dewas mengaku belum memonitor laporan yang dilakukan terhadap Ketua KPK tersebut.

"Sejauh ini belum ada laporan," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di Jakarta, Senin (26/10).

Baca Juga

Komjen Firli Bahuri kembali diduga melakukan pelanggaran kode etik terkait kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) UNJ beberapa waktu lalu. Firli dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Laporan ICW berangkat dari petikan putusan Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK, Aprizal yang telah mendapatkan hukuman ringan atas pelanggaran kode etik serupa. Namun, ICW menduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya.

ICW mencatat, setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi. Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Padahal Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK saat itu sudah menjelaskan bahwa setelah Tim Pengaduan Masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara. Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut.

Kedua, Firli Bahuri menyebutkan, dalam pendampingan yang dilakukan Tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya. Padahal ia diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya.

Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK. Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK.

Keempat, tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya. Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

berdasarkan hal di atas ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement