REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dugaan pelanggaran etik jamuan makan siang Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna terhadap tersangka korupsi Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo dianggap selesai. Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Amir Yanto mengatakan, sudah ada pemanggilan, dan klarifikasi terkait peristiwa yang terjadi saat pelimpahan berkas perkara suap penghapusan red notice terpidana Djoko Tjandra tersebut.
“Mau diapain lagi? Itu kan foto dari penasihat hukum. Foto-foto itu artinya, penasihat hukum memberi apresiasi, ternyata memang Kejari Jaksel memberikan suatu pelayanan yang baik,” kata Amir saat ditemui di Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, pada Rabu (21/10).
Amir menerangkan, dari pemanggilan, dan klarifikasi yang dilakukan, JAM Was menilai tak ada pelanggaran etik dalam kejadian makan siang bersama tersebut. Justru, Amir mengatakan, kejadian itu, sebagai bentuk pelayanan yang baik.
“Itu bukan jamuan. Itu memang setiap orang yang dimintai keterangan, baik saksi, maupun tersangka, itu dapat makan siang,” terang Amir.
Malahan, kata Amir, menengok penjelasan Kajari Anang, menu makan siang yang disajikan bersama tersangka Napoleon, dan Prasetijo lebih murah dari biasanya. “Itu cuma soto. Biasanya, makan siangnya itu lebih mahal,” terang Amir.
Biasanya, kata Amir, kejaksaan, memberikan nasi kotak. “Anggarannya memang ada. Dan itu, memang untuk memberikan pelayanan yang terbaik,” terang Amir.
Sebab itu, menurut Amir, makan siang bersama Kajari Jaksel, dengan tersangka Napoleon, dan Prasetijo tersebut, tak lagi perlu dipersoalkan. Karena tak ada dugaan pelanggaran etik. “Sudah saya klarifikasi, ya memang seperti itu (tidak ada dugaan etik),” kata Amir menambahkan.
In Picture: Hakim Tolak Praperadilan Irjen Pol Napoleon Bonaparte
Sebelumnya, pengacara Petrus Bala Pattyona, lewat akun sosial Facebook-nya, menampilkan dokumentasi jamuan makan siang kliennya, yakni tersangka Prasetijo bersama Kajari Anang saat pelimpahan berkas perkara, pada Jumat (16/10). Dalam dokumentasi tersebut, juga terekam Napoleon, bersama pengacaranya. Prasetijo, dan Napoleon, dua dari empat tersangka, yang kini dalam tahanan lantaran diduga menerima suap penghapusan status buronan Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra, adalah terpidana korupsi Bank Bali 1999, yang pernah merugikan keuangan Rp 904 miliar, lalu buronan interpol dan kejaksaan selama 11 tahun sejak 2009. Adapun, Napoleon dan Prasetijo, dituduh menerima uang Rp 7 miliar, dan Rp 296 juta dalam pecahan dolar dari Djoko Tjandra lewat peran Tommy Sumardi terkait penghapusan red notice tersebut.
Dalam dokumentasi yang dipublikasikan pada 17 Oktober, Petrus menuliskan jamuan makan siang bersama Kajari Jaksel dengan Napoleon, dan Prasetijo, menjadi pengalaman yang istimewa baginya. Akan tetapi, setelah dokumentasi tersebut menjadi pembicaraan publik, Petrus menghapus foto-foto acara makan siang itu.
“Sejak saya menjadi Pengacara tahun 1987, baru sekali ini di Penyerahan Berkas Perkara Tahap-2-istilahnya P21, yaitu Penyerahan Berkas Perkara berikut Barang Bukti dan Tersangkanya dijami makan siang oleh Kepala Kejaksaan,” tulis Petrus.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak Senin (19/10) menyampaikan, makan siang yang dilakukan Anang, bersama Napoleon, dan Prasetijo tak patut dan cacat etik dalam penegakan hukum, serta keadilan publik. Menurut Barita, kejaksaan, seharusnya mampu membatasi diri untuk tak akrab dengan para terlibat kasus.
Apalagi, kata Barita, Napoleon, dan Prasetijo adalah dua tersangka korupsi. “Pada prinsipnya, kejaksaan seharusnya tidak mengistimewakan tersangka-tersangka tertentu,” terang Barita. Sebab itu, kata Barita, Komjak akan tetap meminta penjelasan langsung dari Kajari Anang, terkait jamuan makan siang, untuk Napoleon, dan Prasetijo itu.