REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Rizkyan Adiyudha, Mabruroh
Setelah upaya praperadilannya yang kandas dilanjutkan dengan penahanan, tersangka penghapusan red notice, Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte mengancam akan membongkar semua orang-orang yang terlibat menerima uang pemberian suap dari terpidana Djoko Tjandra.
“Akan waktunya. Ada tanggal mainnya,” kata Napoleon, saat diserahkan penahananya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), pada Jumat (16/10).
Mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri itu menegaskan, dirinya tak main-main untuk mengungkapkan siapa saja yang terlibat. Napoleon melanjutkan, ucapannya itu ketika ditanya tentang keterlibatan nama-nama selain dirinya, yang menerima suap Rp 7 miliar dari Djoko Tjandra.
“Kita buka semuanya nanti ya,” kata Napoleon.
Bareskrim Polri, kemarin, resmi melimpahkan berkas perkara suap penghapusan red notice Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung (Kejakgung) via Kejari Jaksel). Pelimpahan berkas perkara ke Kejari tersebut, sekaligus menyerahkan tanggung jawab penahanan empat tersangka yang terlibat dalam kasus serupa.
Selain Napoleon, tersangka yang ikut dilimpahkan yakni, tersangka Brigjen Prasetijo Utomo, serta tersangka Tommy Sumardi, dan Djoko Tjandra. Namun, hanya ada tiga tersangka yang dibawa ke Kejari Jaksel. Sedangkan, tersanga Djoko Tjandra, berkasnya dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat (Jakpus).
Ketiga tersangka yang digelandang ke Kejari Jaksel, menggunakan pengawalan kepolisian. Para jaksa, dan anggota provos kepolisian, ikut mengawal dengan dua unit kendaraan tahanan terpisah. Para tahanan datang sebelum azan Jumat.
Napoleon, dan Prasetijo yang masih menyandang status jenderal aktif di kepolisian, tetap mengenakan rompi tahanan merah muda, termasuk tersangka Tommy Sumardi. Namun, tak ada yang dalam kondisi tangannya diborgol.
Pelimpahan berkas, selesai sekitar pukul 14:10 WIB. Terhadap tersangka Napoleon, dan Prasetijo, penahananya dikembalikan penahannya ke Rutan Salemba, cabang Mabes Polri di Trunojoyo. Sedangkan tersangka Tommy, tetap berada dalam Rutan Salemba, cabang Kejari Jaksel.
Hanya Napoleon yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan. Sedangkan Prasetijo memilih bungkam saat keduanya dikembalikan ke Rutan Mabes Polri dengan mobil tahanan Kejari Jaksel.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merespons positif ancaman tersangka penghapusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte, terkait kasus Djoko Tjandra. MAKI berharap pernyataan yang dilontarkan Napoleon itu tidak menjadi sebuah ancaman belaka.
"Dukung NB untuk bongkar-bongkar dan mohon tidak gertak sambal," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat (16/10).
Boyamin mengungkapkan, bahwa MAKI dan publik tentu sangat menunggu Irjen Napoleon untuk membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Dia bahkan menantang Napoleon untuk memberikan kesaksiannya itu saat ini juga.
"Saya sangat menunggunya dan jangan nanti, sekarang saja," kata Boyamin lagi.
Menanggapi ancaman Napoleon, Mabes Polri tidak ambil pusing. Bahkan Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono, mengaku siap mendengarkan ancaman Napoleon di persidangan nanti.
"Biarlah kita dengar keterangannya di sidang pengadilan seperti apa," ujar Argo saat dikonfirmasi dalam pesan teks, Jumat (16/10).
Perkara suap penghapusan red notice, salah satu klaster pengungkapan dalam skandal hukum terkait terpidana Djoko Tjandra. Terpidana kasus cessie Bank Bali 1999 itu, sempat dinyatakan kabur dan buronan Kejakgung, dan Interpol sejak 2009.
Tetapi, Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia sepanjang Juni 2020 lalu tanpa tertangkap, dan tak terdeteksi dalam sistem imigrasi. Dari pengungkapan, diduga terjadi penghapusan nama Djoko Tjandra, dalam daftar pencarian orang (DPO) di interpol dan imigrasi.
Dalam penghapusan red notice itu, Djoko sepakat dengan Tommy Sumardi untuk melobi Prasetijo agar meminta Napoleon, menghapus status DPO Djoko Tjandra di red notice dan imigasi. Penghapusan tersebut, yang diduga membuat Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, tanpa diketahui. Kompensasi atas penghapusan red notice tersebut, Djoko Tjandra memberikan uang Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi.
Sebanyak Rp 7 miliar diberikan kepada Napoleon lewat perantara Tommy Sumardi, dalam pecahan mata uang dolar Singapura, dan AS. Sedangkan untuk Prasetijo, Tommy, memberikan kompenasasi atas perannya, senilai 20 ribu dolar (Rp 296 juta). Akan tetapi, pemberian untuk tersangka Prasetijo tersebut bukan hanya uang. Dalam perkara surat jalan palsu, kompensasi untuk Prasetijo, juga diduga berupa pemberian sejumlah saham dari unit usaha Djoko Tjandra yang ada di Indonesia.
Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Bimo Suprayoga mengatakan, empat tersangka sementara hasil dari penyidikan Bareskrim Polri, sudah resmi dilimpahkan ke Kejakgung via Kejari Jaksel dan Kejari Jakpus. Tetapi, kata Bimo, untuk persidangan, nantinya semua tersangka riswah, akan di dakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakpus.
Bimo, menerangkan, sebelum kasus tersebut disorongkan ke meja hijau, masih ada waktu 14 hari bagi tim jaksa penuntutan, untuk melanjutkan pembuatan dakwaan.
“Sesegera mungkin kita akan kembali limpahkan ke PN, untuk segera disidangkan,” terang Bimo.