REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mempersilakan siapa saja yang hendak mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), termasuk serikat buruh. MK akan memproses setiap permohonan UU yang diajukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Silakan, kewajiban MK ialah memproses setiap permohonan pengujian UU yang diajukan, semuanya berdasarkan ketentuan," ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono, kepada Republika.co.id, Ahad (11/10)
Dia menerangkan, prosedur pengajuan uji materi UU Ciptaker bisa dilakukan seperti mengajukan uji materi pada umumnya. Setelah permohonan diajukan, kemudian permohonan tersebut akan diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, dan diputuskan oleh MK. Jika memang pemohon uji materi UU tersebut banyak, maka persidangannya bisa digabungkan.
"Prosedur ya dengan hukum acara untuk perkara PUU seperti biasanya. Diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, diputuskan. Kalah misalnya pemohon banyak, strateginya bisa dengan menggabungkan persidangan," tutur dia.
Fajar mengatakan, dalam melakukan uji materi UU kontroversial itu, kejernihan berpikir MK tidak akan berkurang marena peristiwa apapun. Apalagi, kata dia, yang MK lakukan menyangkut dengan kebenaran dan keadilan berdasarkan UU Dasar 1945. Ia mempersilakan publik untuk memantau proses penanganan perkara.
"Publik silakan ikut memantau proses penanganan perkara. Mari ikut memastikan penanganan perkara berjalan sesuai koridor ketentuan peraturan perundang-undangan," kata dia.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan aksi mogok nasional penolakan UU Cipta Kerja sudah berakhir. Selanjutnya, KSPI akan mengalihkan konsentrasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan langkah lebih lanjut yang akan diambil secara konstitusional yakni, membuat gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Kami melanjutkan gerakan aksi secara konstitusional serta melakukan kampanye kepada masyarakat nasional maupun internasional tentang alasan mengapa buruh menolak omnibus law khususnya klaster ketenagakerjaan," ujarnya kepada wartawan, Jumat (9/10).
Mogok nasional yang dilakukan KSPI dan 32 serikat buruh sebelumnya digelar pada 6, 7, dan 8 Oktober 2020. "Mogok nasional selama 3 hari yang dilakukan KSPI bersama 32 federasi telah berakhir tanggal 8 Oktober 2020. Untuk langkah selanjutnya, yang akan diambil para serikat buruh akan diumumkan secara resmi dalam konferensi pers Senin 12 Oktober 2020 jam 11.00 WIB di Jakarta," ujarnya.