REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, Peraturan Presiden (Perpres) nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Proses Vaksinasi Covid 19 berfungsi sebagai landasan hukum untuk seluruh proses vaksinasi ke depan. Dalam perpres ini, ujarnya, dijelaskan bahwa percepatan pengadaan dan vaksinasi Covid-19 membutuhkan langkah-langkah extraordinary dan pengaturan khusus.
"Peraturan ini mengandung peta jalan yang secara resmi selain itu perpres ini juga mengatur berbagai penugasan kepada bumn dan menteri terkait dalam pengadaan vaksin dan tahapan vaksinasi covid-19," kata Wiku dalam keterangan pers, Kamis (8/10).
Secara singkat terdapat empat aspek yang dibahas dalam Perpres ini. Pertama, ujarnya, pengadaan yang terdiri dari produk vaksin sendiri dan peralatan pendukung serta logistik. Kedua, distribusi vaksin sampai titik serah atau pelaksanaan di lapangan. Ketiga, pendanaan vaksin, dan keempat adalah dukungan serta fasilitas kementerian/lembaga atau pemda.
"Di dalam pelaksanaan ini harus memperhatikan aspek kriteria dan prioritas penerimaan yang berikutnya lagi adalah prioritas wilayah selanjutnya adalah jadwal dan tahapan pemberian serta yang terakhir adalah standar pelayanan," kata Wiku.
Diatur dalam beleid baru ini, pelaksanaan penetapan jenis dan jumlah vaksin covid dilakukan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam perpres ini dilakukan untuk tahun 2020, 2021, dan 2022.
Jika jenis dan jumlah vaksin yang ditetapkan telah dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, pemerintah akan mengutamakan pengadaan vaksin covid dari dalam negeri. Berdasarkan Pasal 3 ayat 1, pengadaan vaksin covid meliputi (a) penyediaan vaksin dan peralatan pendukung dan logistik yang diperlukan; dan (b) distribusi vaksin covid 19 sampai pada titik serah yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
"Pelaksanaan pengadaan vaksin Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui: (a) penugasan kepada BUMN; (b) penunjukan langsung badan usaha penyedia, dan/atau (c) kerjasama dengan lembaga/badan internasional," demikian bunyi Pasal 4 ayat (1).
Kerja sama dengan lembaga/badan internasional itu hanya terbatas untuk penyediaan vaksin Covid-19 dan tidak termasuk peralatan pendukung untuk vaksinasi Covid-19. Presiden juga memberikan kewenangan kepada Menteri Kesehatan untuk menetapkan besaran harga pembelian vaksin Covid-19 dengan memperhatikan kedaruratan dan keterbatasan tersedianya vaksin Covid-19.
Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal berupa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai atas impor vaksin, bahan baku vaksin dan peralatan yang diperlukan dalam produksi vaksin Covid-19, serta peralatan untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Serta fasilitas perpajakan yang diperlukan dalam pengadaan dan/atau produksi vaksin Covid-19 dan peralatan pendukung untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
"Pendanaan pengadaan vaksin Covid-19 dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah bersumber pada APBN dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 17 ayat (1).
Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menyediakan pendanaan melalui APBD untuk mendukung pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pada daerah.