REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugatan praperadilan yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Alhasil penyidikan atas kasus dugaan gratifikasi penghapusan red notice buronan Djoko Tjandra yang melibatkannya dilanjutkan penyidik.
"Polri melanjutkan penyidikan yang saat ini sedang menunggu analisis berkas perkara oleh JPU," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono dalam konferensi daring di Jakarta, Selasa (6/10).
Awi menuturkan, Polri menghargai putusan hakim tunggal Suharno di PN Jaksel yang menolak praperadilan dengan Nomor 115/Pid.Pra/2020/PN JKT.SEL itu. Adapun Napoleon mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel untuk meminta penetapan tersangka atas dirinya oleh Bareskrim Polri dibatalkan.
Dalam permohonan, Napoleon menyebut surat perintah penyidikan dengan Nomor: Sprin.sidik/50a/VII/2020/Tipidkor tanggal 5 Agustus 2020 mengandung cacat hukum sehingga penyidikan atas dirinya yang disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf a, dan Pasal 12 Huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 KUHP tidak sah dan batal demi hukum.
Untuk kasus dugaan gratifikasi pengurusan penghapusan red notice, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan status tersangka kepada Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo, serta Irjen Napoleon.