REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden Moeldoko meminta masyarakat memaknai Hari Kesaktian Pancasila secara luas. Ia tak menampik bahwa peringatan ini dilatari oleh peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Namun, menurut Moeldoko, Pancasila harus dimaknai lebih luas. Tak sekadar hanya soal peristiwa 55 tahun lalu tersebut.
"Itu memang sebuah peristiwa sejarah yang harus selalu diingatkan kepada generasi muda. Tapi mari kita maknai secara lebih luas. Pancasila harus mewarnai seluruh segi kehidupan kita. Bukan sekadar bicara peristiwa 1965. Kalau dari peristiwa itu pelajaran yang dibangun adalah kewaspadaan," ujar Moeldoko di kantornya, Kamis (1/10).
Khusus bicara mengenai peristiwa tahun 1965, Moeldoko memandang bahwa pelajaran yang bisa dipetik adalah kewaspadaan. Masyarakat perlu waspada agar peristiwa serupa tidak berulang, apalagi dengan wujud yang berbeda.
"Peristiwa-peristiwa itu harus menjadi ingatan. Kita harus berpikir maju, tetapi tetap tidak boleh melupakan masa lalu. Jangan sekali-sekali kita melupakan sejarah," kata Moeldoko.
Hari Kesaktian Pancasila sendiri menjadi pengingat bagi Bangsa Indonesia untuk terus merawat ideologi Pancasila. Momentum ini juga sekaligus menjadi penegasan bahwa komunisme dan leninisme dilarang di Indonesia.
Pagi tadi, Presiden Jokowi juga memimpin upacara pringatan Hari Kesakitan Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.