REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan sub kontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya. KPK memeriksa staff keuangan Divisi II PT Waskita Karya, Wagimin sebagai saksi atas tersangka Desi Arryani (DSA).
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DSA dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (28/9).
Ali mengungkapkan, penyidik mengonfirmasi mengenai dugaan adanya penerimaan dan pengiriman uang yang berasal dari kontrak-kontrak Waskita dengan para subkonfiktif kepada para tersangka. KPK juga menelusuri terkait kontrak PT Waskita dengan para subkon fiktif tersebut.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Lembaga anti rasuah itu telah mengamankan mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga Dirut PT Waskita Beton Precast Jarot Subana (JS).
KPK juga menetapkan mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani (DSA). Begitu juga dengan Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013 Fathor Rachman (FR),
KPK telah mengamankan mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya Fakih Usman (FU) dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010 - 2014 Yuly Ariandi Siregar (YAS).
R dan YAS dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya. Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain. Namun, tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini.
Empat perusahaan tersebut diduga tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Namun, selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak, termasuk yang kemudian diduga untuk kepentingan pribadi FR dan YAS. Dari perhitungan sementara dengan berkoordinasi bersama BPK RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp 186 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut. Diduga empat perusahaan subkontraktor tersebut mendapat 'pekerjaan fiktif' dari sebagian proyek-proyek pembangunan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai. Total terdapat 14 proyek terkait dengan pekerjaan fiktif tersebut.
Proyek itu antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.
Selanjutnya, proyek flyover Tubagus Angke, Jakarta, proyek fly over Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.