REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengatakan, Ketua KPK Firli Bahuri telah menimbulkan tanggapan negatif dari berbagai kalangan masyarakat melalui pemberitaan di media massa. Hal tersebut berkenaan dengan penggunaan helikopter yang dinilai telah melanggar kode etik pimpinan KPK.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, hal tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap Firli dalam kedudukannya sebagai Ketua KPK. "Dan setidak-tidaknya berpengaruh terhadap pimpinan KPK secara keseluruhan," kata Albertina saat membacakan putusan sidang, Kamis (24/9).
Meski demikian, dewas KPK memberikan hukuman ringan berupa teguran tertulis II atas pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut. Albertina mengatakan, sanksi diberikan dengan melihat dampak dan akibatnya kepada KPK.
Albertina mengatakan, hukuman ringan diberikan kalau dampaknya hanya di lingkungannya saja. Lanjutnya, kalau perbuatan tersebut berdampak ke institusi atau lembaga itu akan diberikan hukuman sedang.
"Kemudian kalau dampaknya itu kepada pemerintah atau negara itu tentu saja akan dijatuhkan berat," ujarnya.
Dia mengatakan, Firli harus lebih berhati-hati dalam berperilaku ke depan. Dia melanjutkan, hukuman dengan tingkatan serupa tidak akan bisa diberikan untuk kali kedua bila yang bersangkutan kembali melanggar kode etik.
"Maka ke depan tidak bisa lagi jika melanggar dijatuhi hukuman yang sama tapi harus yang lebih berat lagi, harus di atasnya," katanya.
Albertino menekankan bahwa sidang terkait pelanggaran kode etik Firli Bahuri sudah selesai. Dia mengatakan, kalau ada permasalahan yang lain maka perkara tersebut tidak tersangkut dengan permasalahan yang sudah selesai.
Hal tersebut berkaitan pernyataan MAKI atas dugaan gratifikasi melalui potongan harga kepada yang memberi sewa yang tengah menjadi pasien KPK. Menuruntya, dewas seharusnya bisa mendalami peristiwa tersebut karena ada dugaan konflik kepentingan.