Kamis 24 Sep 2020 06:09 WIB

Nama Burhanuddin dalam Dakwaan Pinangki, Apakah Jaksa Agung?

Dalam dakwaan jaksa Pinangki, disebut nama Burhanuddin sebagai pejabat Kejakgung.

Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (tengah) bersiap untuk mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum.
Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (tengah) bersiap untuk mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Usai gelar perkara bersama dengan KPK di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung (Kejakgung) pada Selasa (8/9), Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono, pernah mengungkapkan, penyidikan skandal fatwa bebas Djoko Tjandra, tak bakal menutupi satu pun nama-nama yang diduga terserempet. Bahkan kata Ali, jika nama-nama tersebut menyangkut para petinggi di Kejakgung.

Baca Juga

Ali menegaskan, bakal ada nama-nama yang kerap dituding diduga terlibat, masuk ke dalam berkas perkara, dan lembar dakwaan terhadap tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari. Termasuk, Ali menyinggung soal, nama Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

“Soal yang ditanyakan itu, ada dibahas (dalam gelar perkara bersama KPK). Itu (nama Jaksa Agung) ada keluar, entah BAP (berkas acara pemeriksaan), entah apa,” kata Ali, Selasa (8/9).

Pernyataan Ali itu, sebagian terbukti. Pada sidang perdana terdakwa jaksa Pinangki di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/9), terungkap dua nama identik dengan Jaksa Agung, dan Hakim MA. Dua nama itu, yakni Burhanuddin, dan Hatta Ali. Nama terakhir, adalah mantan Ketua MA yang pensiun pada 7 April 2020 lalu.

Dua nama itu, terungkap dalam dakwaan, terkait pembeberan rencana Pinangki, bersama tersangka Andi Irfan Jaya, dalam penawaran proposal pembebasan Djoko Tjandra via fatwa MA. Proposal berjudul action plan tersebut, diajukan Pinangki, dan dijelaskan Andi Irfan kepada Djoko Tjandra dengan penawaran senilai 100 juta dolar AS (atau sekitar Rp 1,5 triliun).

Penawaran proposal itu, diajukan Pinangki, dan Andi Irfan, pada November 2019. Namun, negosiasi diantara ketiganya, menghasilkan kepastikan nilai proposal di angka 10 juta dolar, atau sekitar Rp 150 miliar.

Di persidangan, terungkap ada 10 tahap proses action plan tersebut. Di beberapa tahap itulah, nama Burhanuddin, dan Hatta Ali terungkap.

Namun, dalam dakwaan, tidak disebutkan jabatan detail Burhanuddin dan Hatta Ali. Burhanudin hanya disebutkan sebagai pejabat di Kejakgung, sementara Hatta Ali disebutkan sebagai pejabat di MA.

Nama Burhanuddin, awalnya disebutkan dalam tahap kedua action plan. Diterangkan JPU, tahap kedua yakni pengiriman surat dari pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking kepada Burhanuddin, yang disebut sebagai Pejabat Kejakgung.

“Yang dimaksud oleh terdakwa, sebagai surat permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA), dari pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada MA,” begitu kata Jaksa Kiemas Roni.

Sedangkan Hatta Ali, disebut dalam action plan ketiga. Diterangkan Jaksa Roni, pada tahap itu, Burhanuddin, sebagai pejabat di Kejakgung mengirimkan surat kepada Hatta Ali yang disebut sebagai pejabat di Mahkamah Agung.

Action yang ketiga, adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/Pejabat MA),” begitu penjelasan jaksa.

Estimasi waktu tahap ketiga, direncanakan pada 26 Februari-1 Maret 2020. Penanggung jawab tahap ketiga tersebut, adalah Pinangki, dan Andi Irfan. 

Nama Hatta Ali, dan Burhanuddin kembali disebut dalam action plan tahap keenam. Dalam dakwaannya, Jaksa Roni menerangkan, tahap keenam berupa respons pejabat MA, atas surat dari Burhanuddin si pejabat di Kejakgung.

“Adalah Hatta Ali/Pejabat MA) menjawab surat BR (Burhandduin/Pejabat Kejakgung),” begitu terang jaksa.

Di tahap ketujuh, action plan kembali menyebutkan Burhanuddin, dan Hatta Ali. Dikatakan, pada tahap tersebut, Burhanuddin, akan menerbitkan instruksi terkait surat balasan Hatta Ali, sebagai sambungan dari tahap ketiga, dan tahap keenam.

“Yang dimaksudkan terdakwa (Pinangki), adalah Kejaksaan Agung menginstruksikan kepada bawahannya, untuk melaksanakan fatwa Mahkamah Agung,” begitu kata JPU Roni.

Jaksa melanjutkan, estimasi pelaksanaan instruksi tersebut, pada 6-16 Maret 2020 dengan penanggung jawab, yaitu IF yang juga belum diketahui identitiasnya.  Akan tetapi, diterangkan pula, seluruh tahapan action plan tersebut, tak ada yang berjalan.

Dalam dakwaan, Jaksa Roni menyampaikan, Djoko Tjandra membatalkan seluruh rencana proposal action plan ajuan Pinangki, dan Andi Irfan tersebut.

Action plan tersebut, tidak ada satupun yang terlaksana,” kata JPU Roni.

Akan tetapi, Djoko Tjandra dikatakan sudah memberikan panjar sejumlah 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) kepada Pinangki pada Desember 2019 melalui Andi Irfan. Sebagian dari uang panjar tersebut, 50 ribu dolar (Rp 700 juta) di antaranya, masuk ke kantong Anita Kolopaking.

In Picture: Sidang Perdana Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor

photo
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA )

Soal adanya nama Burhanuddin dalam dakwaan tersebut, sampai Rabu (23/9) sore tak ada tanggapan resmi dari Kejakgung. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono, tak menjawab pertanyaan tentang apakah Burhanuddin dalam action plan yang dimaksud, yakni Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Sementara, JAM Pidsus Ali Mukartono, yang dicegat wartawan pada Rabu malam, tertawa dan tangannya menunjuk-nunjuk saat Republika mengajukan pertanyaan, apakah nama Burhanuddin, yang tercantum dalam dakwaan Pinangki adalah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Berjalan memasuki mobil dinasnya, Ali terkekeh menjawab pertanyaan tersebut.

“Tunggu persidangan ya,” kata Ali, saat dicegat di Gedung Pidsus, Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, Rabu (23/9) malam.

Adapun Hatta Ali, lewat pesan singkat kepada Republika menegaskan, tak pernah kenal dengan Pinangki, maupun Andi Irfan. Namun, Hatta mengakui, dirinya punya kekerabatan dengan Anita Dewi Kolopaking, dan pernah bertemu dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada 2019.

“Saya tidak pernah kenal yang namanya Jaksa Pinangki, maupun Andi Irfan yang dikatakan dari Partai Nasdem itu,” kata Hatta.

Hatta pun mengatakan, tak tahu-menahu soal pengurusan fatwa MA, dan pembuatan action plan atau rencana aksi untuk kepentingan Djoko Tjandra. Menurutnya, perkenalannya dengan Anita Dewi Kolopaking, pun dilakuakn dengan cara profesional.

“Pengacara Anita Kolopaking, adalah teman sealumni,” terang Hatta.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement