REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, pihaknya saat ini mendeteksi ada beberapa potensi pelanggaran pilkada serentak 2020. Salah satu yang menjadi kekhawatiran terbesarnya adalah politik uang.
"Dan bisa saja ada modus baru dengan memanfaatkan pandemi Covid-19," ujarnya dalam dalam diskusi daring "Kampanye Pilkada ditengah Virus Corona", Sabtu (19/9).
Sebagai antisipasi, pihaknya ia sebut telah melakukan kerjasama dengan KPK dan PPATK. Dengan harapan, jika muncul modus baru politik uang menggunakan transfer jasa perbankan, bisa dilakukan penegakan hukum dengan dukungan PPATK.
Begitupun sebaliknya, jika ada pelanggaran yang terindikasi dari calon petahana, pihaknya akan bertindak dengan dukungan KPK. "Mahar politik mengenai perekaman juga kita kerjasamakan," katanya.
Lanjutnya, pelanggaran yang bisa terjadi melalui media sosial juga akan dikondisikan dengan cyber Mabes Polri. Hal itu, dilakukan agar pilkada serentak 2020 tidak mendapat hambatan.
"Pilkada di tengah Covid-19 ini kan hal baru. Jadi masih butuh persiapan yang harus disesuaikan," ujarnya.
Dirinya tak menampik, Bawaslu membutuhkan semua lembaga terkait untuk mendukung pelaksanaan tersebut. Mengingat pandemi dan pelaksanaan pilkada adalah fokus bersama.
Untuk mematangkannya, kata dia, Bawaslu telah mengaplikasikan Peraturan Bawaslu No.4 Tahun 2020 yang menyangkut pengawasan, penanganan dan penindakan menyoal Covid-19.
"Dan ada beberapa perubahan yang kami desain sesuai Covid-19," ucapnya. Utamanya adalah bagaimana menangani pelanggaran dengan teknologi informasi.