Kamis 10 Sep 2020 17:48 WIB

Bawaslu: Kerumunan Massa Berpotensi Terulang saat Penetapan

Perlu diantisipasi euforia atau ketidakpuasan atas penetapan paslon oleh KPU.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Ketua Bawaslu Abhan
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Bawaslu Abhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Abhan mengatakan, kerumunan massa yang terjadi saat pendaftaran pencalonan berpotensi akan terulang kembali dalam penetapan pasangan calon (paslon) pada 23 September. Karena itu, ia mendorong, semua pihak harus mengantisipasi potensi itu dengan serius.

"Tentunya dari pengalaman pendaftar 4-6 (September) ini kami melihat bahwa ada potensi terulang kembali kalau kita tidak antisipasi bersama adalah dalam jangka dekat adalah pada tanggal 23 September saat penetapan pasangan calon," ujar Abhan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI yang disiarkan daring, Kamis (10/9).

Baca Juga

Ia menuturkan, kerumunan massa pada penetapan paslon dapat terjadi dari dua sisi baik bakal paslon yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) maupun yang tidak memenuhi syarat (TMS). Satu sisi euforia dan sisi lainnya barangkali tidak puas atas penetapan paslon oleh KPU daerah masing-masing.

"Barangkali ada sisi yang tidak puas atas penetapan KPU barangkali dinyatakan TMS itu akan bisa menjadikan aksi anarki dan sebagainya," kata Abhan.

Ia mengimbau, bagi bakal paslon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dapat menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan sengketa proses ke Bawaslu. 

Hal ini sudah disampaikan juga oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tito mewanti-wanti tak ada pengumpulan massa saat penetapan pasangan calon pada 23 September mendatang. 

Ia meminta paslon tidak menimbulkan kerumunan massa, apalagi melakukan aksi anarki jika belum dinyatakan memenuhi syarat oleh Komisi Pemilihan Umum. "Mereka (mesti) disalurkan melalui proses hukum, yaitu boleh melakukan gugatan sengketa," ujar Tito dalam siaran persnya, Selasa (8/9).

Ia mengatakan, penetapan paslon menjadi salah satu titik rawan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa dalam tahapan pilkada berikutnya. Bagi bakal paslon yang dinyatakan memenuhi syarat akan terbawa euforia sehingga berpotensi menggelar arak-arakan.

Sedangkan bagi bakal paslon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat akan kecewa dan berpotensi menggelar aksi protes. Ia mengimbau pendukung atau peserta pilkada menggelar aksi anarki dan pengumpulan massa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement