Rabu 09 Sep 2020 18:39 WIB

Penambahan Fungsi Penyidikan di RUU Kejaksaan Diapresiasi

Penambahan fungsi penyidikan di RUU Kejaksaaan dinilai tepat.

Penambahan fungsi penyidikan di RUU Kejaksaaan dinilai tepat. Kejaksaan (ilustrasi)
Foto: [ist]
Penambahan fungsi penyidikan di RUU Kejaksaaan dinilai tepat. Kejaksaan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Penambahan fungsi penyidikan dalam RUU Kejaksaan mendapat apresiasi sejumlah kalangan. 

Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas (PERSADA) Universitas Brawijaya Malang, Fachrizal Afandi, mengatakan praktik penyidikan oleh penyidik polisi dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang selama ini serampangan tidak lain dikarenakan hilangnya fungsi jaksa untuk melakukan supervisi dan melengkapi penyidikan polisi dan PPNS. 

Baca Juga

Menurut dia, KUHAP yang lahir di era Orde Baru didesain untuk melegitimasi intervensi militer dalam sistem peradilan pidana. Polisi yang waktu itu bagian dari ABRI nyatanya lebih tunduk pada komando Pangkobkamtib atau Panglima ABRI dibanding pada petunjuk Jaksa dan kontrol pengadilan.   

“Pascapemisahan polisi dari ABRI, praktis penanganan perkara pidana di tahapan penyidikan berada dalam kontrol polisi yang sayangnya masih enggan untuk melepas kultur dan birokrasi militeristiknya,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/9).  

Akibatnya, menurut dia, sebagaimana temuan LBH penanganan perkara masih dominan unsur kekerasan dan tidak berlandaskan hukum acara. Dalam banyak kasus penahanan, penyitaaan dan penggeledahan barang bahkan digunakan tidak untuk tujuan pengumpulan bukti namun hanya sebagai sarana represi. “Kasus penangkapan aktivis yang kritis dan penyitaan barang yang tidak berhubungan dengan perkara mendominasi praktik buruk ini,” kata dia.  

Fachrizal menjelaskan, pengaturan penyidikan tambahan dan supervisi penyidik oleh jaksa di revisi UU Kejaksaan merupakan salah satu sarana untuk mengembalikan fungsi penyidikan untuk pengembalian fungsi upaya paksa (penangkapan, penahanan dan penyitaan) ke asalnya untuk kepentingan pembuktian di pengadilan. 

Tentunya, menurut Fachrizal, setelah revisi UU Kejaksaan, KUHAP harus segera direvisi agar segera mengesahkan mekanisme kontrol kepada penyidik dan penuntut di tahap pra ajudikasi melalui Hakim Pemeriksa Pendahuluan agar masyarakat yang dirugikan akibat perlakuan aparat dapat mengajukan komplain terhadap haknya yang dilanggar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement