Jumat 28 Aug 2020 23:29 WIB

Presiden Didesak Segera Mengesahkan Revisi PP 109/2012

Revisi PP 109/2012 untuk melindungi kesehatan generasi muda dari bahaya rokok

Rep: Mabruroh/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Mahasiswa melakukan aksi simpatik terkait bahaya rokok. Komunitas Anak Muda mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Foto: Republika/Prayogi
Mahasiswa melakukan aksi simpatik terkait bahaya rokok. Komunitas Anak Muda mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Anak Muda mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Desakan tersebut disampaikan dengan menyerahkan langsung rekomendasi dari kaum muda untuk menyelamatkan bonus demografi kepada Jokowi.

Ketua Komunitas Aksi Kebaikan dan anggota Smoke Free Agent, Sarah Muthiah Widad mengatakan, rekomendasi tersebut merupakan hasil bersama mewakili 56 organisasi anak muda dari berbagai kota di Indonesia. Mereka secara bersama-sama menyusun rekomendasi pada 14 Agustus 2020 lalu. 

Menurutnya, rekomendasi tersebut juga telah disampaikan sebelumnya dalam acara Webinar “Suara Anak Muda untuk Selamatkan Bonus Demografi” pada 19 Agustus lalu. Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kemendagri, BKF-Kemenkeu, dan Kementerian Perdagangan.

"Dengan Presiden Jokowi segera mengesahkan PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan untuk melindungi anak muda Indonesia dari jeratan rokok dan menyelamatkan bonus demografi," ujar Sarah melalui siaran pers, Jumat (28/8).

Sarah melanjutkan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2018, terjadi peningkatan prevalensi perokok di usia 10 tahun hingga 18 tahun menjadi 9,1 persen di bandingkan tahun 2013  sebanyak 7,2 persen. Faktor yang memicu kenaikan prevalensi ini adalah harga rokok yang murah dan akses yang mudah dijangkau, iklan, promosi dan sponsor rokok secara massif mengepung anak muda dan lingkungannya, dan implementasi yang lemah dari regulasi terkait Kawasan Tanpa Rokok. 

“Anak muda menilai, meskipun Indonesia sudah memiliki PP 109/2012, namun PP tersebut sudah tidak efektif dalam melindungi anak muda dari jerat rokok, karena terbukti prevalensi perokok anak terus meningkat, serbuan iklan, promosi dan sponsor rokok yang menyasar anak muda semakin massif, dan penggunaan rokok elektronik pada anak dan remaja juga semakin meningkat. Karena itu kami sangat mendukung Presiden segera merevisi PP 109/2012 untuk memastikan anak Indonesia terlindungi dari jerat rokok dan menyelematkan bonus demografi,” kata Sarah

Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari berharap Presiden bisa mendengarkan suara anak muda melalui rekomendasi tersebut dan meminta Presiden segera mengesahkan revisi PP 109/2012. Tujuan pentingnya untuk melindungi kesehatan generasi muda dengan pelarangan total iklan, promosi dan sponsor rokok, perbesaran pencantuman peringatan bergambar bahaya merokok dan menaikkan cukai tembakau.

"Presiden telah menunjukkan komitmennya untuk melindungi anak dan remaja dari adiksi rokok. Sekarang tinggal bagaimana Menteri Kesehatan melaksanakan amanat RPJMN tersebut dengan segera menyelesaikan revisi PP 109/2012 dengan pelarangan iklan rokok, perluasan peringatan kesehatan bergambar pada kemasan bungkus rokok untuk segera disahkan Presiden,” kata Lisda

Pembahasan revisi PP 109/2012 ini sejatinya sudah pernah dilakukan sejak 2018 dan sudah dibahas Lintas Kementerian. Tetapi mandek, sehingga sampai hari ini proses pembahasannya belum memperlihatkan perkembangan yang berarti.

"Karena itu bola sekarang berada di tangan Kemenkes untuk segera melaksanakan amanat dari Perpres No.18 tahun 2020 tentang RPJMN," ujar Lisda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement