REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan bahwa mereka tidak ikut campur dalam pencalonan pasangan Bagyo Wahyono-FX Suparjo (Bajo) di Solo. Mereka bakal menghadapi calon PDIP, Gibran Rakabuming Raka dalam perebutan kursi orang nomor satu di daerah tersebut.
"PDIP tidak pernah merencanakan adanya calon-calon boneka," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta, Rabu (27/8).
Dia mengaku bahwa PDIP tidak pernah memiliki niatan untuk mengaburkan kontestasi yang sehat dalam demokrasi dengan menciptakan calon-calon fiktif atau calon boneka. Dia mengatakan, PDIP siap bersaing secara sehat dalam setiap gelaran pesta demokrasi.
"Kalau menang lima tahun, kalah lima tahun, itu biasa. Sehingga kami tidak mengenal cara-cara kotor di dalam demokrasi," katanya.
Mantan sekretaris tim pemenangan Presiden Joko Widodo ini menilai wajar kemunculan isu tersebut. Dia mengatakan, Gibran akan berjuang dengan penuh keyakinan dan persiapan sebaik-baiknya bersama PDIP. "Kami serius di dalam menanggapi calon-calon baik itu independen maupun dari partai politik lain," katanya.
Komisi Pemilihan Umum Kota Solo, Jawa Tengah telah memutuskan bahwa bakal calon pasangan Bajo lolos verifikasi faktual (verfak). Sehingga pasangan tersebut berhak mendaftar sebagai peserta pilkada setempat, 4 hingga 6 September nanti.
Ketua Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai bahwa tipis peluang kedua pasangan calon independen itu untuk menang melawan Gibran. Dia mengungkapkan, persentase pilkada dimenangkan oleh calon independen selama ini tidak besar. "Jadi tampaknya kandidat dari partai lebih bisa meyakinkan publik dalam pilkada selama ini," katanya.
Dia menilai, Bajo harus memiliki nilai jual yang luar biasa jika ingin mengalahkan putra presiden beserta partai pengusungnya. Dia mempertanyakan apakah pasangan Bajo memiliki hal semisal kharisma, popularitas, kinerja atau kekuatan finansial guna menarik perhatian massa untuk memilih mereka.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kontestan perlu membuat jaringan hingga ke pelosok-pelosok. Dia mengatakan, sulit untuk membuat jaringan yang solid dan kompetitif bagi calon pasangan independen secara praktik.
Dia mengatakan, kehidupan Politik Solo cenderung dimotori partai-partai, terutama PDIP yang telah mengakar. Dia melanjutkan, kalaupun ada anggapan politik dinasti di Solo, hal tersebut belum tentu mewakili karakter politik masyarakat Solo yang masih cenderung patrimonial.
"Jelas diperlukan kerja-kerja yang juga extraordinary untuk dapat memenangkan kontestasi di Solo. Kalau tidak punya modal politik dan kerja-kerja yang //extraordinary, maka hanya sebuah keajaiban yang mampu membalikkan situasi," katanya.
rizkyan adiyudha