Rabu 26 Aug 2020 17:55 WIB

Ketua KPK: BUMN Jadi Pelopor Cegah Korupsi

KPK melakukan jemput bola untuk mengetahui peta daerah rawan korupsi di Kementrian BU

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Ketua KPK Firli Bahuri dan Menteri BUMN Erick Thohir usai pertemuan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Ketua KPK Firli Bahuri dan Menteri BUMN Erick Thohir usai pertemuan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berharap, agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pelopor dalam rangka pencegahan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dirinya bahkan sudah bertemu dengan Menteri BUMN Erikck Thohir beberapa waktu lalu. 

"Kita dalam strategi pemberantasan korupsi ke depan kami betul-betul berharap seluruh Kementerian/Lembaga apalagi di bawahnya Pak Erick (Erick Thohir) ini, BUMN kita sasar sebagai yang kita ke depankan untuk menjadi "pioneer" dalam rangka pencegahan korupsi," kata Firli saat menjadi pembicara dalam acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) dengan tema "Praktik Baik Penerapan Manajemen Anti Suap", Rabu (26/8). 

Firli mengungkapkan, KPK melakukan jemput bola untuk mengetahui peta daerah rawan korupsi di Kementrian BUMN. "Beberapa waktu lalu kami datang ke kementerian termasuk ke Pak Erick. Pertama yang saya tanyakan, "Pak Erick sudah petakan belum wilayah daerah rawan korupsi, beliau bilang sudah. Kalau sudah apa yang dilakukan? Kita sudah mengeluarkan 12 keputusan Menteri BUMN, termasuk keputusan terkait penerapan manajemen antisuap", ungkap Firli 

Karena, sambung Firli, berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo bahwa salah satu cara mencegah peluang korupsi  dengan memperbaiki sistem. " Pak Presiden selaku katakan kepada kami tolong perbaiki sistem, pangkas, jangan dipersulit, jangan berbelit-belit buat sesederhana mungkin sehingga tidak terjadi peluang untuk korupsi, korupsi terjadi karena sistem yang lemah, sistem buruk, sistem gagal. Itu perlu kita perbaiki," tutur Firli.

Adapun, sejak 2004 hingga 2019, KPK telah menangani kurang lebih 1.152 pelaku korupsi. Sebanyak 297 berasal dari profesi swasta,  kepala daerah gubernur sebanyak  21. 

"Kemudian bupati yang terlibat sudah hampir 119 orang ditambah dua lagi kemarin berarti sudah 121, dan semuanya ini terkait dengan perilaku suap, terkait juga dengan perizinan dan tata niaga," rinci Firli.

"Untuk itu tidak bisa hanya KPK yang bekerja sendiri, tidak bisa hanya melakukan penindakan sendiri tetapi perlu bantuan dari seluruh masyarakat termasuk kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, swasta sehingga kita bebas dari korupsi," ujar Firli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement