REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan kriteria keberhasilan seorang kepala daerah bisa diukur dari besar kecilnya alokasi anggaran untuk subsidi atau bantuan sosial yang disalurkan setiap tahun. Jika anggaran bantuan sosial (bansos) naik maka kepala daerah itu gagal.
Alex menjelaskan kenaikan anggaran subsidi bantuan sosial setiap tahun menunjukkan jumlah penduduk miskin makin banyak. "Seharusnya, makin lama harus makin berkurang dengan ketentuan kriterianya jelas siapa yang berhak menerima subsidi dan bantuan sosial," kata Alex saat gelar wicara dalam acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) dengan tema "Praktik Baik Pemanfaatan NIK untuk Program Subsidi Pemerintah" yang disiarkan akun Youtube KPK, Rabu (26/8).
Alex berharap ke depan itu menjadi ukuran dalam penilaian keberhasilan kepala daerah dan penyaluran bersubsidi. "Kalau kepala daerahnya berhasil menurunkan kemiskinan, saya kira layak dan pantas diberikan insentif jangan hanya yang laporan keuangannya WTP 'kan tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat. Kalau itu berhasil, layak dong dapat insentif," ujar Alex.
Ia menjelaskan lembaganya telah melakukan kajian terhadap beberapa penyaluran subsidi dan masih ditemukan banyak subsidi yang tidak tepat sasaran. Subsidi gas melon yang hijau itu, misalnya, disalurkan bukan kepada penduduk langsung yang berhak, melainkan ke industrinya.
"Jadi, siapa pun boleh beli gas melon tetapi 'kan jelas bahwa gas melon gas bersubsidi yang seharusnya yang berhak membeli masyarakat yang miskin," kata Alex.
Karena itu, dengan akurasi data yang dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK), pemda diharapkan bisa mengidentifikasi masyarakat yang berhak menerima subsidi. "Dengan akurasi data, kita berharap yang dipadankan dengan NIK kita bisa mengidentifikasi masyarakat yang berhak menerima subsidi, itu tujuannya," kata dia.
"Jadi, pemda kita berharap setiap 3 atau 6 bulan itu harus ada update terhadap data-data penduduk yang berhak menerima subsidi dan bantuan sosial itu," tuturnya.
Selain itu, KPK juga mengharapkan agar subsidi tersebut dapat diberikan secara tunai. "Kami juga berharap subsidi itu diberikan lewat tunai, harganya harga pasar. Akan tetapi, yang miskin diberikan uang tunai sehingga dia bisa membeli dengan harga pasar. Dengan demikian, kata dia, tidak ada disparitas harga," katanya.
Alex melanjutkan, "Itu harapan dari pembangunan sistem DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang dipadankan dengan NIK, jelas penduduk yang berhak menerima subsidi atau bantuan sosial."