Selasa 18 Aug 2020 20:18 WIB

Kejakgung Copot dan Tahan Kajari Indragiri Hulu

Kajari Indragiri Hulu diduga melakukan pemerasan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Kejakgung Copot dan Tahan Kajari Indragiri Hulu. Foto:  Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah).
Foto: Antara/Reno Esnir
Kejakgung Copot dan Tahan Kajari Indragiri Hulu. Foto: Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menahan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Indragiri Hulu, Riau, Hayin Sutikto (HS). Status hukum tersebut terkait penyidikan korupsi berupa penerimaan dengan paksaan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2019.

Kejakgung juga menahan dua pejabat tinggi Kejari lainnya, yakni Ostar Alpansiri (OAP) dan RFR yang diketahui sebagai Kasi Intel, dan Kasubsi Bidang Rampasan, Kejari Indragiri Hulu.

Baca Juga

“Setelah ditetapkan sebagai tersangka, terhadap tiga jaksa tersebut, dilakukan penahanan selama 20 hari,” kata Hari di Kejakgung, Jakarta, Selasa (18/8). Ketiga jaksa tersangka itu, ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung, Jakarta Selatan (Jaksel). Hari menerangkan, selain menetapkan tersangka dan melakukan penahanan, terhadap ketiga jaksa tersebut diberhentikan dari jabatan.

Kata Hari, ada enam pejabat di Kejari Indragiri Hulu yang dicopot jabatannya. Selain tiga tersangka tersebut, yang juga dicopot dari jabatan, yakni Kasi Intelijen, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negera (Da-TUN), serta Kasi Pengelolaan Barang Bukti, Rampasan pada Kejari Indragiri Hulu. “Sementara ini, ada enam pejabat Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, yang dicopot karena melakukan perbuatan tercela dan pelanggaran berat,” kata Hari menambahkan.

Keenam jaksa tersebut, terlibat dalam aksi pemerasan, dan penerimaan dengan paksaan terkait dana BOS 2019 di Indragiri Hulu, Riau. Kasus ini mencuat setelah 64 Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Indragiri Hulu, mengundurkan diri lantaran diperas oleh para jaksa. Hari menerangkan, pemerasan yang dilakukan para jaksa itu, mulai dari Rp 10-an sampai Rp 65-an juta. Dari hasil penyidikan sementara, total pemerasan dan penerimaan dengan cara paksa itu, di antara Rp 650-an juta, sampai Rp 1,4 miliar.

Hari menerangkan, sejak kasus tersebut mencuat, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, sudah melakukan pengawasan. Hasil dari pengawasan tersebut, menyebutkan adanya perbuatan tercela yang dilakukan para jaksa, dan ditemukan adanya peristiwa pidana korupsi. Pengawasan dari Kejati, pun disorongkan ke Kejakgung. Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) di Kejakgung, mengambil keputusan untuk mencopot keenam jaksa tersebut dari jabatan masing-masing.

“Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan JAMWas, menyimpulkan bahwa terhadap enam pejabat jaksa tadi, dinyatakan terbukti melakukan perbuatan tercela,” terang Hari. JAM Was menebalkan Pasal 4 angka 1 dan 8 juncto Pasal 13 angka 1 dan 8 Peraturan Pemerintah (PP) 53/2020 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Yang intinya menyebutkan setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang, dan menerima hadiah, atau sesuatu pemberiaan dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan, atau pekerjaannya,” terang Hari.

Dari LHP JAMwas, pun kata Hari menyebutkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan para jaksa tersebut. Namun, terkait pembuktian JAMWas menyerahkan penyidikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus). Kata Hari, dari hasil penyidikan di JAMPidsus, tiga dari enam jaksa tersebut, ditetapkan sebagai tersangka. 

“Yaitu, HS, Kajari Indra Giri Hulu, OAP Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, dan RFR Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti, dan Barang Rampasan,” terang Hari. Terhadap tiga jaksa tersangka tersebut, kata Hari, penyidik menebalkan sangkaan Pasal 12 huruf e, atau Pasal 11, atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 20/2001.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement