Rabu 12 Aug 2020 06:11 WIB

Walkot Duga Temuan Situs Lokasi Pembantaian Tentara Jepang

Sejarawan membantah jika situs terowongan di Stasiun Bekasi tempat pembantaian.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas renovasi Stasiun Bekasi di lokasi dekat situs yang diduga cagar budaya.
Foto: Tangkapan layar
Petugas renovasi Stasiun Bekasi di lokasi dekat situs yang diduga cagar budaya.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ada dua dugaan situs cagar budaya yang ditemukan di Stasiun Bekasi merupakan peninggalan tentara Jepang. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyebut, hal itu baru sekadar asumsi. Rahmat mengaku, menggunakan logika jika di dekat area stasiun tepatnya di tepi Kali Bekasi dulunya merupakan tempat pembantaian tentara Jepang.

“Dulu zaman Jepang banyak yang dipotongin (dibantai). Bisa saja itu bekas markas Jepang, besar kemungkinan tapi (fakta) sejarah yang akan menentukan,” kata Rahmat ditemui di Stadion Patriot Candrabraga, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (11/8).

Sejarawan Bekasi, Ali Anwar, mengatakan, kecil kemungkinan jika dua situs berupa terowongan di bawah tanah tersebut adalah bekas markas tentara Jepang. Pasalnya, lokasi pembantaian tentara Jepang terletak di tepi Kali Bekasi. “Bukan di stasiunnya. Saya melakukan penelitian pertama secara akademis,” kata Ali.

Dia menceritakan, pembantaian tentara Jepang terjadi ketika ada kereta dari Stasiun Jatinegara membawa 90 anggota Kaigun (Angkatan Laut Jepang) hendak melintas di Stasiun Bekasi. Semula, kereta hendak mengarah ke lapangan terbang Kali Jati di Subang untuk memulangkan tentara Kaigun ke negara asal.

Alih-alih membiarkan kereta itu melintas, Wakil Komandan Tentara Keamanan Rakyat (kini TNI) Bekasi malah memerintahkan kepala Stasiun untuk mengalihkan jalur perlintasan kereta. Peristiwa mencekam yang terjadi pada 19 Oktober 1945 itu terus dikenang hingga saat ini. Sebelum dibantai, ada aksi provokasi yang dilakukan oleh Kaigun Jepang. “Akhirnya para pejuang Bekasi meminta kepada kepala stasiun supaya mengalihkan rel kereta yang tadinya lurus ke jembatan Kali Bekasi tapi dialihkan ke sebelah kanan atau rel yang buntu,” tutur Ali.

Dalam buku Ali yang berjudul KH Noeralie: Kemandirian Ulama Pejuang, dituliskan massa pun akhirnya menguasai kereta yang ditumpangi mereka. Satu per satu serdadu malang itu disembelih dan mayatnya dihanyutkan ke dalam sungai. Karena itu, situs tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan militer Nippon. “Pada saat (dialihkan ke) rel buntu kan kereta berhenti. Di situlah terjadi pembantaian terhadap tentara Jepang,” terang Ali.

Adapun, masih kata Ali, dugaan kuat dua situ tersebut merupakan bekas gorong-gorong. Dari stasiun Bekasi ke Jalan Juanda, Bekasi ada parit atau selokan yang cukup lebar. Masing-masing parit itu masing-masing lebar dan kedalamannya dua meter persegi. Dia menyebut, parit itu mengarah ke wilayah bulan-bulan sebelum kantor Palang Merah Indonesia (PMI).

Dari situ belok kiri, masuk ke Kali Bekasi dengan posisi dekat kantor Pegadaian. "Itu masuk Kali Bekasi, saluran air ada itu, tapi seiring berjalannya waktu dan pelebaran jalan, saluran parit itu jadi mengecil bahkan mati yang berdempetan dengan stasiun,” kata Ali.

Situs tersebut diketahui setelah pekerja melakukan penggalian selama proses revitalisasi Stasiun Bekasi. Nantinya jumlah rel di Stasiun Bekasi sebagai pemberhentian KRL Commuterline ditambah, dan kapasitas ruang tunggu diperluas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement