Senin 03 Aug 2020 18:43 WIB

Nakes Terinfeksi Covid Vs Pencairan Seret Anggaran Kesehatan

Kasus tenaga kesehatan terinfeksi Covid-19 terus bermunculan dari berbagai daerah.

Petugas medis menyimpan sampel hasil tes swab pedagang di Pasar Tasik, Jakarta, Kamis (2/7). Selain ancaman tertular Covid-19, petugas medis juga dihadapi masalah seretnya pencairan insentif dari pemerintah. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas medis menyimpan sampel hasil tes swab pedagang di Pasar Tasik, Jakarta, Kamis (2/7). Selain ancaman tertular Covid-19, petugas medis juga dihadapi masalah seretnya pencairan insentif dari pemerintah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Silvy Dian Setiawan, Lilis Sri Handayani, Dadang Kurnia, Sapto Andika Candra, Arie Lukihardianti, Dessy Suciati Saputri

Tenaga kesehatan (nakes) terkonfirmasi positif Covid-19 di berbagai daerah terus bertambah. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) misalnya, pada Senin (3/8) dilaporkan tambahan lima nakes positif Covid-19.

Baca Juga

Juru Bicara Penanganan Covid-19 untuk DIY, Berty Murtiningsih mengatakan, lima tenaga kesehatan tersebut merupakan warga Bantul. Kelima nakes ini berjenis kelamin perempuan. Masing-masing berumur 54 tahun, 27 tahun, 40 tahun, 33 tahun dan 37 tahun.

"Tenaga kesehatan diketahui positif dari skrining terhadap karyawan kesehatan oleh Dinkes Bantul. Bertambahnya 12 kasus baru menjadikan total kasus positif di DIY mencapai 772 kasus," kata Berty, Senin (3/8).

Di Sleman, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, DIY bahkan sampai harus menutup sementara operasional Puskesmas Depok 1 menyusul adanya 10 nakes yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.

"Penutupan sementara ini kami lakukan mulai 1 hingga 4 Agustus, dan akan kembali melakukan pelayanan masyarakat pada Rabu 5 Agustus 2020," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Joko Hastaryo di Sleman, Senin.

Menurut dia, sebelumnya pada akhir Juli baru terdeteksi satu tenaga medis yang terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, pada awal Agustus terdapat perkembangan di mana ada sembilan orang tenaga medis yang tertular Covid-19.

"Sehingga total tenaga medis yang positif Covid-19 ada 10 orang. Dari situ kami kemudian mengambil kebijakan untuk menutup sementara operasional Puskesmas Depok 1 selama empat hari," katanya.

Ia mengatakan, penutupan operasional tersebut untuk  sterilisasi semua ruangan dan barang-barang yang ada di Puskesmas Depok 1.

"Pelayanan dibuka kembali pada Rabu 4 Agustus dengan layanan khusus untuk poli umum dan layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang mendesak," katanya.

Di Kabupaten Kuningan, jumlah tambahan nakes positif Covid-19 lebih banyak dari DIY. Dari 20 kasus baru Covid-19 di Kuningan, 19 kasus di antaranya merupakan tenaga kesehatan.

Jubir Crisis Center Covid-19 Kabupaten Kuningan, Agus Mauludin, mengatakan, lonjakan kasus positif itu terjadi setelah dilakukan tes swab massal di RSUD 45 Kuningan.

"Iya swab massal khusus nakes,’’ kata Agus kepada Republika, Senin (3/8).

Dari hasil pemeriksaan swab massal itu, diketahui 19 orang nakes di RSUD 45 Kuningan terkonfirmasi positif Covid-19.

Meski demikian, lanjut Agus, hasil pemeriksaan swab itu tidak membuat pelayanan di RSUD 45 Kuningan berhenti beroperasi. Dia memastikan, RSUD 45 Kuningan masih melakukan pelayanan.

"RS tidak ditutup. Hanya ada pembatasan-pembatasan terutama untuk kunjungan,’’ kata Agus.

Insentif dan santunan

Terus bertambahnya jumlah nakes terpapar Covid-19 baik yang kemudian sembuh atau meninggal dunia, tidak diimbangi kelancaran pencairan insentif dan santunan bagi para korban. DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur (Jatim) misalnya, bahkan mendesak DPRD Jatim melakukan advokasi terkait penanganan Covid-19 di wilayah setempat.

Ketua DPW PPNI Jatim, Prof Nursalam mengatakan, sampai saat ini sudah ada sebanyak 12 perawat di Jatim yang meninggal karena terpapar Covid-19. Namun, baru tiga perawat yang menerima santunan dari pemerintah.

"Kami mohon dukungan DPRD Jatim untuk melakukan advokasi kepada Pemprov dan Pemkab/ Pemkot untuk optimalisasi keterlibatan PPNI," ujar Nursalam dikonfirmasi Jumat (31/7) pekan lalu.

Nursalam mengungkapkan, sebenarnya perawat yang meninggal akibat Covid-19 mendapat santunan cukup besar dari pemerintah. Nyaris menyentuh Rp 300 juta per orangnya. Selain itu intensif bagi perawat juga terbilang tinggi.

Sesuai, surat keputusan menteri kesehatan, pemerintah menjanjikan perawat yang menangani Covid-19 secara langsung mendapatkan maksimal Rp 7,5 juta. Sedangkan untuk dokter maksimal mendapatkan insentif sebesar Rp 10 juta.

Sayang, kata dia, semua itu hingga kini belum dirasakan para perawat. "Sejauh ini perawat-perawat yang menangani Covid-19 baik di RSUD dr Soetomo atau RS Haji belum menerima insentif tersebut," ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim, Kodrat Sunyoto menegaskan pihaknya mendukung penuh permintaan pengurus PPNI Jatim. "Kami mendukung penuh permohonan advokasi dan dukungan Peran DPW PPNI Jatim dalam Penanganan Covid-19," kata Kodrat.

Di Jawa Barat (Jabar), Gubernur Ridwan Kamil berjanji pemberian insenif untuk nakes yang ikut menangani kasus virus corona jenis baru (Covid-19) bisa cair pekan ini.

"Kita sepakat dalam dua hari ini atau maksimal pekan ini insentif tenaga kesehatan akan dicarikan dari APBD provinsi," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, saat memimpin rapat Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, di Makodam III Siliwangi, Senin (3/8).

Emil pun meminta dinas kesehatan agar tidak berlama-lama mengumpulkan dan memverifikasi data pada nakes yang bekerja di bawah naungan Pemprov Jabar. Jangan sampai, mereka sudah lelah bekerja tapi insentif yang dijanjikan selama ini tak juga didapat.

"Hadist saja mengatakan, bayarlah upah mereka sebelum menetes keringatnya. Ini mah sudah kering, retak-retak," kata Emil

Sementara menurut Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja, pendataan di Dinkes Jabar sebenarnya sudah selesai. Keterlambatan dikarenakan penyesuaian apakah nakes yang bekerja benar-benar menangani Covid-19 atau tidak.

"Untuk pemberian insentif ini kan ada beberapa kriteria, misalnya terkait dengan jam kerja, pelayanan, dan lain sebagainya. Nah Dinas Kesehatan ini sedang menyusun itu semua," papar Setiawan.

Pada awal pekan lalu, pemerintah terus mengebut penyaluran insentif tenaga medis, setelah di tahap awal sempat tersendat. Per 24 Juli 2020 ini, pembayaran insentif tenaga medis baru mencapai Rp 646 miliar atau 10,9 persen dari total alokasi anggaran Rp 5,9 triliun. Seluruh dana ini akan disalurkan kepada 195.055 tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 di Indonesia.

Sebagai respons atas lambatnya penyaluran di awal, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan kemudian menerbitkan aturan baru yang menyederhanakan prosedur pembayaran insentif. Cakupannya penerimanya pun diperluas hingga ke rumah sakit manapun yang menangani kasus Covid-19.

Aturan ini untuk memotong rantai birokrasi penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan, sekaligus memperluas cakupannya. Berdasarkan aturan baru, proses verifikasi dokumen pengajuan insentif hanya sampai di tingkat dinas provinsi dan langsung diajukan ke Kementerian Keuangan.

"Karenanya, pemerintah meminta kerja sama seluruh pihak rumah sakit dan jajaran pemerintah daerah untuk melancarkan pembayaran insentif. Bagi yang belum menyetorkan data, diimbau segera mengajukan," ujar Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, Senin (27/7).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengeluhkan masih rendahnya serapan anggaran stimulus penanganan Covid-19. Bahkan, kata Jokowi, serapan anggaran di sektor kesehatan baru terealisasi 7 persen.

“Di sektor kesehatan baru terealisasi 7 persen,” ujar Jokowi, Senin (27/7).

Presiden mengatakan, jika serapan anggaran yang masih rendah ini terhambat oleh masalah regulasi maupun administrasi, maka perlu segera dibenahi dengan melakukan revisi. Sehingga belanja anggaran dapat segera dilakukan. 

“Kalau memang regulasi ya revisi regulasi itu agar ada percepatan, lakukan short cut, lakukan perbaikan dan jangan sampai ada yang namanya ego sektoral, ego daerah,” ucap Jokowi.

Pada hari ini, Pesiden Jokowi tampak kesal mengetahui belanja anggaran yang berkaitan dengan penanganan Covid masih sangat minim hingga saat ini. Dari total anggaran penanganan Covid yang disiapkan pemerintah yakni sebesar Rp695 triliun, baru terealisasi sebesar 20 persen atau sebanyak Rp141 triliun.

Hal ini disampaikan Jokowi saat membuka rapat terbatas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/8).

“Saya melihat memang urusan realisasi anggaran ini memang masih minim sekali. Sekali lagi dari Rp695 triliun, stimulus untuk penanganan Covid, baru 20 persen yang terealisasi. Rp141 triliun yang terealisasi. Baru 20 persen sekali lagi, masih kecil sekali. Kecil sekali,” jelas Jokowi.

Ia menyebut, penyerapan anggaran terbesar yakni dipergunakan untuk sektor perlindungan sosial yang mencapai 39 persen dan untuk program UMKM yang sebesar 25 persen.

“Hati-hati ini. Yang belum ada DIPA-nya saja masih gede banget, mungkin 40 persenan. Belum DIPA. DIPA saja belum ada, gimana mau realisasi?” ujar dia.

photo
Pemerintah memberikan insentif untuk mengatasi efek ekonomi corona - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement