Senin 27 Jul 2020 13:15 WIB

Pesan Sri Mulyani untuk Pinjaman Rp 15 T ke Jabar dan DKI

Jabar dan DKI diminta mengakselerasi pinjaman agar ciptakan pergerakan perekonomian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kucuran dana sebesar Ro 15 triliun bagi Pemprov Jabar dan DKI Jakarta dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang terdampak Covid-19.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kucuran dana sebesar Ro 15 triliun bagi Pemprov Jabar dan DKI Jakarta dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang terdampak Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Dian Fath Risalah

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah mulai bergulir. Gebrakan PEN salah satunya diawali dengan pemberian pinjaman ke dua daerah, yakni Jawa Barat (Jabar) dan DKI Jakarta, sebesar Rp 15 triliun.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menyampaikan permintaan khusus kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dana yang dipinjam dua daerah tersebut dari pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menciptakan lapangan kerja sehingga menekan tingkat pengangguran.

Sri menyebutkan, dua pemerintah provinsi sudah memiliki rencana program yang akan dieksekusi dengan dana pinjaman. Misalnya, penanganan banjir di DKI Jakarta dan pembangunan Puskesmas hingga jalan raya di Jawa Barat.

"Ini sesuatu yang sangat penting. Kalau bisa, juga menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin, sehingga create job," katanya dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Pemda Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat dengan PT SMI (Persero) tentang Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional, Senin (27/7).

Pemerintah menganggarkan Rp 15 triliun untuk memberikan pinjaman ke pemda dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Sebanyak Rp 10 triliun berasal dari APBN 2020 yang akan diteruspinjamkan ke DKI Jakarta dan Jawa Barat melalui PT SMI. Sedangkan, sisanya berasal dari pendanaan PT SMI sendiri.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan pinjaman Rp 4,5 triliun pada 2020 dan Rp 8 triliun pada 2021. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengajukan pinjaman Rp 1,9 triliun pada tahun ini dan Rp 2,09 triliun pada tahun depan. Secara total, kedua provinsi mengusulkan pinjaman Rp 16,5 triliun.

Menurut Sri, sisa kebutuhan pinjaman sebesar Rp 1,5 triliun kemungkinan dimasukkan dalam APBN 2021. "Kami selesaikan RUU APBN 2021 terlebih dahulu. Jadi, kami bisa desain agar dukungan ke daerah tetap dilakukan," tuturnya

Pinjaman akan diberikan dengan tenor 10 tahun dan suku bunga mendekati nol persen melalui PT SMI.

Sri memastikan, pemerintah pusat akan terus meningkatkan volume dan bentuk instrumen pinjaman daerah. Salah satunya melalui perluasan program di PT SMI dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu dari yang semula bersifat project based, kini lebih komprehensif dan fleksibel.

Sri memberikan contoh, pemerintah daerah ingin fokus dalam menurunkan angka kemiskinan, stunting atau menekan tingkat pengangguran pada 2020. Dalam mencapai tujuan program, pemerintah daerah bisa mengajukan dan mendapatkan pinjaman dari PT SMI atau melalui DJPK Kemenkeu. “Nanti akan masuk dalam defisit financing di APBD,” ujarnya.

Selain itu, Sri juga sudah meminta kepada DJPK dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) untuk membantu pemerintah daerah dalam mengimplementasikan program yang bagus melalui belanja dari Kementerian/Lembaga (K/L). Kebijakan ini diharapkan dapat menyesuaikan antara fokus K/L dengan keinginan daerah, terutama untuk memperbaiki indeks kesejahteraan masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, Sri menekankan, pemerintah pusat akan terus melakukan monitoring dan evaluasi. "Karena, kesuksesan mereka nanti juga identik dengan kesuksesan nasional. Baik untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan dan lain-lain," katanya.

Srimengatakan, pinjaman diberikan untuk mendukung pemerintah daerah dalam memulihkan ekonomi daerah tanpa harus memperburuk penyebaran Covid-19. "Itu tugas sangat sulit, jadi kami ingin membantu dengan cara apapun agar pemerintah daerah mampu menangani tantangan luar biasa," ujarnya.

Pinjaman terutama diberikan agar berbagai proyek pemerintah daerah yang sempat terhenti karena refocusing dan realokasi anggaran, berjalan kembali. Namun, Sri mengingatkan agar pelaksanaan proyek tetap harus diiringi dengan menerapkan protokol Covid-19.

Sri berharap, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dapat segera memanfaatkan pinjaman untuk mempercepat penyelesaian proyek yang memang telah siap dieksekusi. "Kita mohon bisa diakselerasi karena kita ingin kejar pemulihan ekonomi di kuartal ketiga dan keempat," tuturnya.

Sri mengatakan, dalam mendapatkan sumber pendanaan Rp 5 triliun, SMI harus membayar bunga 5,4 persen. Tapi, ia memastikan, pemerintah pusat akan membayarkan sebagian besar bunga tersebut untuk mengurangi beban SMI. Dampaknya, pinjaman ke pemerintah daerah pun mendekati nol, kecuali biaya administrasi yang sekitar 0,185 persen dari total pinjaman.

Besaran pagu yang disiapkan pemerintah pusat lebih kecil dibandingkan pengajuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, yakni Rp 16,5 triliun untuk dua tahun. Menurut Sri, pihaknya akan menyesuaikan kebutuhan ini dengan rencana keuangan negara tahun depan. "Kita lihat dan integrasikan dalam nota keuangan dan RAPBN tahun depan," ujarnya.

Sri menyebutkan, perekonomian DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami pukulan cukup keras akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Jakarta menurun 5,6 persen (yoy) pada kuartal kedua dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) turun hingga 54 persen. Peningkatan defisit Anggaran Pendapatan dan Daerah (APBD)-nya bahkan mencapai 0,4 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Di sisi lain, Sri menambahkan, perekonomian Jawa Barat terkontraksi 2,7 persen (yoy), turun lebih dalam dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 5,39 persen. PAD Jawa Barat pun turun 16,7 persen dengan potensi kenaikan defisit 0,2 persen dari PDRB.

"Mereka termasuk dalam provinsi yang dampaknya sangat besar dari Covid-19 terhadap kesejahteraan ekonomi dan masyarakat," katanya.

Padahal, DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki kontribusi yang besar, yakni sekitar 30 persen terhadap PDB Indonesia. Sri mengatakan, apabila dua daerah ini bangkit, pengaruhnya akan besar ke ekonomi nasional.

Program pinjaman tidak akan berhenti pada dua provinsi. Sri mengatakan, pemerintah pusat sedang menunggu ‘proposal resmi’ dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah yang juga mengalami tekanan signifikan akibat pandemi.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menyebutkan pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk pengendalian banjir, peningkatan air minum, pengelolaan sampah, peningkatan infrastruktur transportasi hingga peningkatan infrastruktur pariwisata. "Jakarta memiliki porsi cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Kalau kita bisa percepat pemulihan di Jakarta, dampaknya akan dirasakan nasional," katanya, dalam kesempatan yang sama.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, bantuan dari pemerintah pusat diharapkan mampu membantu aktivitas ekonomi di daerah bergerak lebih cepat. Khususnya dalam sisa enam bulan pada 2020 ini. Berdasarkan hasil kajiannya, Ridwan menuturkan, ekonomi Jawa Barat dapat tumbuh kontraksi dua persen atau bisa positif 2,3 persen pada tahun ini.

Melalui pinjaman PEN, ia berharap, Jawa Barat dapat merealisasikan skenario positif. "Kami kerja keras supaya 2,3 persen itu tercapai. Karena, kalau Jawa Barat terkerek, tentu nasional ikut terbawa naik dengan populasi kami yang sangat besar," ujarnya.

Jurang Resesi

Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebutkan, pelaksanaan PEN menjadi kunci keberhasilan Indonesia keluar dari jurang resesi. Apabila tidak berjalan efektif, Indonesia sulit keluar dari jebakan resesi.

Eko mengatakan, implikasi dari resesi akan berdampak terhadap situasi ekonomi Indonesia secara jangka panjang. Bahkan, dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk kembali ke situasi yang membaik. "Harus benar-benar ada recovery. Kalau nggak, ya bisa worst case," katanya dalam acara webinar Kajian Tengah Tahun Indef, Kamis (23/7).

Salah satu prioritas yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang pada Juni berada pada level 83,8. Meski membaik dibandingkan Mei yang sebesar 77,8, nilainya masih lebih rendah dibandingkan Maret atau sebelum PSBB diberlakukan, yakni 113,8.

Indeks yang disebutkan Eko masih rendah tersebut menunjukkan, konsumen masih belum yakin untuk belanja, bepergian ataupun melakukan aktivitas konsumsi lain. "Cara dorongnya harus kuat dari fiskal, PEN harus efektif," tuturnya.

Eko menjelaskan, resesi merupakan hal yang sulit dielak Indonesia pada tahun ini. Kuartal kedua sudah hampir dipastikan mengalami kontraksi seiring kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Indef sendiri memprediksikan, pertumbuhan ekonomi pada periode April sampai Juni tumbuh negatif 3,26 persen hingga 3,88 persen.

Realisasinya kembali lagi tergantung pada penyerapan anggaran PEN. Apabila kurang dari 30 persen, Eko meyakini, dampaknya ke perlambatan ekonomi akan sangat besar.

Sementara itu, aktivitas ekonomi tetap terasa lambat pada kuartal ketiga meskipun pemerintah telah melonggarkan pembatasan. Eko memproyeksikan, ekonomi akan tumbuh minus 1,3 persen pada periode Juli sampai September.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum agar tidak ada penyimpangan penggunaan dana penangulangan Covid-19. Ketua KPK, Firli Bahuri. menegaskan KPK akan selalu melakukan pengawasan.

“Ingat, tindak korupsi yang dilakukan dalam suasana bencana ancaman hukumannya adalah pidana mati,” kata Firli dalam seminar daring "Criminal Law & Criminology #4 Korupsi Bantuan Sosial' yang diselenggarakan oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI), Senin (27/7).

Firli memastikan lembaganya akan terus memberantas korupsi, baik melalui pendidikan masyarakat, pencegahan, maupun penindakan. KPK, sambung Firli, bakal menjerat siapapun yang melakukan korupsi, termasuk terkait dana penanganan bencana pandemi Covid-19.

"Supaya anggaran Covid itu tetap berjalan dan tidak ada penyimpangan, bantuan sosial juga tetap berjalan tidak ada dilakukan dalam rangka Pilkada. Semuanya harus dilakukan dengan akuntabilitas. Dan KPK bertindak tegas bila ada tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara," kata Firli.

Sebelumnya, Komisi III DPR meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi penggunaan dana penanganan pandemi Covid-19. Permintaan itu disampaikan Komisi III saat menggelar rapat dengar pendapar (RDP) tertutup dengan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/7).

"Terkait pengawasan dana Covid juga disoroti bahwa jangan sampai di era pandemi situasi darurat Presiden menyerukan percepatan tapi ada penumpang gelap dan akhirnya kebobolan dana itu, kami menyoroti sejauh mana KPK mengawal urusan dana Covid ini," kata Ketua Komisi III Herman Hery.

Setelah mendengar imbauan tersebut, lanjut Herman, pimpinan KPK memastikan akan terus mengawal dan mengawasi penggunaan dana selama pandemi Covid-19. Bahkan, kata Herman, KPK memastikan bakal menjerat pihak-pihak yang melakukan korupsi.

"Pimpinan menjawab, terus ada pendampingan. Terus ada pengawasan. Bahkan kalau ada pendampingan pimpinan tidak segan melakukan tindakan," katanya.

photo
Resesi ekonomi. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement