Ahad 26 Jul 2020 17:11 WIB

Perludem Minta DPR Prioritaskan Bahas Pengadilan Pemilu

Pengaturan pengadilan pemilu agar tidak terjadi kompleksitas sengketa pemilu.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini
Foto: Republika/Mimi Kartika
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraeni meminta agar DPR fokus pada pembahasan terkait skema keadilan pemilu. Sebab, menurutnya jika DPR tidak mampu menghadirkan pengaturan itu dalam RUU Pemilu maka dalam praktiknya akan dihadapkan dalam kompleksitas persoalan sengketa pemilu yang luar biasa. 

"Itu lagi-lagi merugikan, satu, pemilih, karena terkait upaya kita menjaga kemurnian suara pemilih, dan yang kedua merugikan parpol itu sendiri," kata Titi dalam diskusi daring, Ahad (26/7).

Baca Juga

Titi berharap agar manajemen pembahasan RUU Pemilu betul-betul bisa dikelola dengan efektif dan solid. Hal itu agar alokasi perhatian dan konsentrasi DPR dan pemerintah dalam membahas skema keadilan pemilu khususnya penegakan hukum pemilu tidak terabaikan. 

Ia menilai DPR sejauh ini belum memprioritaskan skema hukum untuk menghadirkan pemilu yang adil dalam pembahasan RUU Pemilu. Menurutnya, DPR justru masih mengedepankan isu-isu yang berkaitan dengan variabel teknis sistem pemilu yang berhubungan dengan 'kepentingan parpol'.

"Jadi bagaimana variabel teknis kepemiluan yang berhubungan dengan parpol itu selalu menjadi leading sector ketika membahas RUU Pemilu," ujarnya.

Bahkan, menurutnya, tidak jarang isu-isu yang berkaitan dengan keadilan pemilu  dibahas di sisa waktu yang ada. Ia pun mencontohkan bagaimana saat pembahasan UU 7 Tahun 2017 yang dipakai untuk pemilu 2019, dari tujuh bulan pembahasan, empat bulan awal membicarakan soal sistem. 

"Baru tiga bulan itu rebutan antara manajemen, kelembagaan, keadilan pemilu," tuturnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi mengatakan bahwa hingga saat ini komisi II belum ada pembicaraan mendalam terkait konsep penataan sengketa proses di dalam RUU Pemilu. Padahal, konsep penataan sengketa proses tersebut penting untuk menghadirkan keadilan dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). 

"Saya melihat masih banyak dalam tanda petik kecurangan-kecurangan yang mungkin karena memang belum terbukti secara hukum di pengadilan, di lembaga yang emang bertugas untuk itu. Nah saya ingin menyampaikan bahwa persoalan itu belum menjadi pembicaraan di komisi II," kata Arwani dalam diskusi daring, Ahad (26/7).

Bahkan, ia menambahkan, belum ada satu pun fraksi yang mengusulkan terkait bagaimana melakukan perbaikan untuk mencari keadilan dalam pemilu itu sendiri. Ia menuturkan, sejauh ini pembicaraan mengenai RUU pemilu hanya sebatas pada isu-isu yang mengedepankan kepentingan parpol, seperti ambang batas parlemen, ambang batas presiden, dan pemisahan pemilu legislatif dan pemilu presiden.

"Enggak banyak membahas tentang bagaimana kita mencoba menyempurnakan norma terkait sengketa proses ini tapi lebih pada berlomba-lomba melakukan lobi-lobi kepada fraksi lain untuk, 'kita PT nya sekian ya', 'kita presidential thresholdnya sekain' dan sebagainya yang saya kira itu memang bukan tidak banyak sumbangsihnya pemilu ini betu-betul bisa semakin adil. perbaikan-perbaikan itu tidak banyak dillakukan," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement