REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara bersama BPBD setempat terus melakukan penanganan darurat terhadap dampak banjir bandang.
"BPBD setempat juga melakukan upaya penanganan darurat lain dengan mendirikan dapur umum yang tersebar di enam titik," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi (Kapusdatinkom) Kebencanaan BNPB Raditya Jati berdasarkan laporan BPBD setempat, melalui keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis (23/7).
Menurut informasi yang diperoleh Pusdalops BNPB, ketersediaan dapur umum masih kurang untuk memenuhi kebutuhan makanan para penyintas.
Untuk itu, BPBD dan instansi terkait mendistribusikan bantuan logistik melalui motor trail untuk menjangkau wilayah yang sulit dijangkau dengan kendaraan roda empat.
Tantangan tersebut diakui mengakibatkan distribusi bantuan logistik belum dapat diakses para penyintas di beberapa titik secara optimal.
Akibat banjir bandang yang melanda Kabupaten Luwu Utara pada Selasa pukul 22.00 WIB, BPBD mencatat 38 korban meninggal dan 10 lainnya masih dinyatakan hilang. Sementara itu, warga yang mengalami luka-luka mencapai 106 orang, 22 di antaranya menjalani rawat inap dan sisanya rawat jalan.
Raditya mengatakan di tempat pengungsian, BPBD mencatat 3.627 KK atau 14.483 orang masih mengungsi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Sabang, Baebunta dan Masamba.
BPBD setempat juga masih mendata jumlah penyintas yang berada di Kecamatan Baebunta Selatan, Malangke dan Malangke Barat.
Sementara itu, perkembangan terbaru terkait kerugian akibat dampak banjir bandang tersebut meliputi 4.202 unit rumah, 82 tempat usaha mikro, 13 tempat ibadah, sembilan sekolah, delapan kantor pemerintahan, tiga fasilitas kesehatan, dua fasilitas umum dan satu pasar.
Sedangkan kerusakan infrastruktur meliputi jalan sepanjang 12,8 km, sembilan unit jembatan, 100 meter pipa air bersih dan dua unit bendungan irigasi.
Menurut pantauan BPBD setempat, akses Jalur poros Masamba hingga Baebunta dan Jalan Poros di Kecamatan Sabbang menuju Desa Malimbu masih tertimbun lumpur dan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua.
Kemudian, kerusakan lahan produktif mencakup 219 hektar lahan pertanian dan 241 hektar lahan sawah.
Raditya mengatakan beberapa faktor yang memicu terjadinya banjir bandang tersebut salah satunya adalah hujan berintensitas tinggi sejak 12-13 Juli yang kemudian menyebabkan Sungai Rongkong, Sungai Meli dan Sungai Masamba meluap pada Senin (13/7), pukul 21.00 waktu setempat.
Di samping banjir bandang, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Geologi (PVMBG) telah memetakan potensi gerakan tanah yang terjadi di sejumlah kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. PVMBG membagi kategori potensi ancaman menjadi dua, yaitu menengah dan menengah - tinggi.
Kategori menengah merujuk pada daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadinya gerakan tanah. Pada zona tersebut dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Sedangkan pada kategori tinggi, zona itu dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Sejumlah kecamatan yang berada pada kategori potensi menengah yaitu Angkona, Nuha, Baebunta dan Bone Bone. Sedangkan pada potensi menengah hingga tinggi teridentifikasi di Kecamatan Burau, Malili, Mangkutana, Tomoni, Towuti, Wasuponda, Limbong, Mappendeceng, Masamba, Rampi, Sabbang, Seko, Sukamaju dan Tanalili.
Menurut PVMBG, lokasi terdampak banjir bandang tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah dan banjir bandang susulan. Menyikapi potensi tersebut, warga diharapkan selalu waspada dan siap siaga dalam menghadapi potensi bahaya, khususnya terkait dengan bencana hidrometeorologi.