Jumat 17 Jul 2020 15:36 WIB

WP KPK Desak Pembentukan TGPF Kasus Novel

Vonis ringan terhadap dua terdakwa dinilai sudah diprediksi sejak awal.

Suasana sidang putusan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dengan terdakwa Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang dilaksanakan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (16/7).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Suasana sidang putusan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dengan terdakwa Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang dilaksanakan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK), Yudi Purnomo Harahap menilai vonis ringan terhadap dua penyerang penyidik KPK Novel Baswedan menunjukkan urgensi pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun penjara kepada Ronny Bugis.

"Kami Wadah Pegawai KPK memandang bahwa putusan ini semakin mengukuhkan urgensi agar Presiden RI segera membentuk TGPF untuk menunjukkan komitmen serius atas pemberantasan korupsi," ujar Yudi dalam keterangannya, Jumat (17/7).

                               

Menurut dia, TGPF yang harus terbentuk dari berbagai unsur independen serta bebas kepentingan. Mereka juga harus dipastikan hanya bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Soal vonis dua penyerang Novel, kata Yudi, terdapat beberapa poin penting yang disikapi oleh WP KPK. Pertama, putusan hanya membenarkan tuntutan penuntut umum dan belum mengungkap pelaku intelektual.

"Putusan terhadap terdakwa yang diduga penyerang Novel Baswedan tidak lah mengejutkan WP KPK," kata Yudi.

                               

Hal tersebut, kata dia, mengingat fakta yang disajikan oleh penuntut umum didasarkan hasil kerja penyidik kepolisian. Penyidik lebih banyak memakai pengakuan dari terdakwa dan tidak mengelaborasinya dengan alat bukti lainnya.

                               

"Termasuk amicus curiae yang dikirimkan organisasi masyarakat sipil, keterangan saksi korban maupun Tim Pencari Fakta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia," tuturnya.

                               

Kedua, putusan persidangan tidak dapat menjadi akhir dari pengungkapan kasus penyerangan Novel. Yudi menuturkan, berdasarkan fakta yang ada, putusan pengadilan tersebut masih menyisakan lubang didasarkan fakta yang terjadi, termasuk dari keterangan saksi-saksi maupun temuan dugaan maladministrasi terkait prosedur penanganan kasus Novel.

                               

"WP KPK akan secara terus menerus mendorong pengungkapan kasus penyerangan ini sampai terbongkarnya serangan yang terjadi secara sistematis dan terencana ini sampai level pelaku intelektual," kata Yudi.

                     

                           

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement