Rabu 15 Jul 2020 23:31 WIB

Ajukan Uji Materi Pembatasan Mimbar Akademik, Ini Jawaban MK

Hakim MK mempertanyakan repersentasi mahasiswa pemohon uji materi.

Hakim MK mempertanyakan repersentasi mahasiswa pemohon uji materi. Mahkamah Konstitusi, ilustrasi
Hakim MK mempertanyakan repersentasi mahasiswa pemohon uji materi. Mahkamah Konstitusi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya bernama Muhammad Anis Zhafran Al Anwary mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyoal pembatasan mimbar akademik.

Dalam sidang perdana di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu, Zhafran mengajukan pengujian terhadap Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang berbunyi "Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya".

Baca Juga

"Pasal tersebut menghilangkan hak civitas akademika yang dalam hal ini adalah mahasiswa untuk menyampaikan secara leluasa pikiran, pendapat, dan informasi yang didasarkan kepada rumpun dan cabang ilmu yang dikuasai," ujar mahasiswa tahun pertama itu.

Menurut dia, mahasiswa dapat mempertanggungjawabkan pikiran, pendapat, dan informasi yang disampaikan, tetapi tidak akan terlindungi oleh negara dengan berlakunya pasal tersebut.

Pemohon mendalilkan terdapat keresahan di kalangan mahasiswa dengan maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik, dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.

Ia menyebut tidak jarang mahasiswa mendapat intimidasi, teror, ancaman verbal mau pun nonverbal karena otoritas dan kualifikasi akademik mahasiswa di bawah dosen atau profesor.

Pemohon mengaku khawatir pasal itu dapat digunakan untuk mempersempit ruang gerak dan partisipasi mahasiswa untuk bersuara, menyampaikan pikiran, pendapat, dan informasi berdasarkan kualifikasi, rumpun, dan cabang ilmunya.

Diskriminasi secara akademik terhadap mahasiswa dikatakannya tampak nyata dalam pasal itu.

Menanggapi permohonan itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan sebaiknya pemohon menceritakan pengalaman sendiri dalam menjelaskan kerugian konstitusional potensi kerugian konstitusional.

"Anda juga mengatakan 'banyak mahasiswa yang merasa resah' dan segala macam. Nah, itu Anda kan tidak bisa mewakili mahasiswa. Jadi kalau anda datang ke sini, anda menjelaskannya jadi diri anda sendiri, kecuali mahasiswa-mahasiswa yang merasa resah tadi memberikan kuasa kepada Saudara," ujar Saldi Isra.

 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement