REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyebut ekstradisi Maria Pauline Lumowa bukan akhir dari proses penegakan hukum terhadap buronan pembobol kas BNI senilai Rp 1,7 Triliun tersebut. Maria diekstradisi dari Serbia setelah kurang lebih 17 tahun menjadi buronan.
“Kami akan mengejar terus. Bersama penegak hukum, kita akan melakukan asset recovery yang dimiliki Maria Pauline Lumowa di luar negeri. Kita akan menempuh segala upaya hukum untuk membekukan asetnya, termasuk memblokir akun dan sebagainya” ujar Yasonna di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Kamis (9/7).
“Semua itu bisa dilakukan setelah ada proses hukum di sini. Kami lakukan upaya-upaya ini, tetapi ini tidak bisa langsung. Semuanya merupakan proses, tetapi kami tidak boleh berhenti".
"Semoga upaya ini bisa memberikan hasil baik bagi negeri sekaligus menegaskan prinsip bahwa pelaku pidana mungkin saja bisa lari, tetapi mereka tidak akan bisa sembunyi dari hukum kita,” tambah Yasonna.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengekstradisi buronan kasus pembobolan Bank BNI cabang Kebayoran Baru, Maria Pauline Lumowa dari Serbia. Sepanjang 17 tahun pelariannya, Maria diketahui kerap kali bolak-balik Singapura-Belanda. Bahkan, yang bersangkutan sempat dinyatakan memiliki kewarganegaraan Belanda pada 1979.
Pemerintah sempat mengajukan ekstradisi ke pemerintah Kerajaan Belanda pada 2010 dan 2014. Namun permintaan tersebut ditolak.