REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Novel Baswedan diminta tidak sembarangan menuduh mantan Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Irjen Rudy Heriyanto atas penghilangan barang bukti.
"Penyebutan dan tuduhan secara tegas terhadap nama dan perbuatan Irjen (Pol) Rudy Heriyanto bahkan menjadi viral melalui sarana online secara luas justru bersifat actual malice dan menimbulkan dugaan pencemaran nama baik yang dapat dituntut pidana berdasarkan UU ITE," kata mantan anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan bentukan Polri Indriyanto Seno Adji dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (8/7).
Ia mengaku meragukan objektivitas laporan Tim Advokasi Novel Baswedan ke Propam karena perkara masih berlangsung di pengadilan. Indriyanto berpendapat laporan tim advokasi secara substansial tidak benar, misalnya tudingan tentang botol kosong.
TGPF, kata Indriyanto, menemukan botol itu bukan barang bukti, tetapi digunakan untuk menampung air yang ditemukan di lantai. Selain itu, terkait sidik jari, Indriyanto menuturkan TGPF melakukan penelitian secara detail dan memang sidik jari tidak ditemukan di gelas.
"Dipastikan pelaku menggunakan sarung tangan, dan lagi pula adalah sangat ceroboh sekali apabila pelaku bawa air asam sufat namun tidak menggunakan sarung tangan," kata Indriyanto.
Untuk itu, Indriyanto menyarankan agar semua pihak bersikap bijak sambil menunggu proses judisial yang masih berlangsung di pengadilan. Ia pun mengingatkan semua pihak tidak membuat laporan yang bersifat menuduh nama tertentu.
Sebelumnya, Tim Advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri karena diduga melanggar etik dengan menghilangkan barang bukti kasus penyiraman air keras.
Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana menyebut botol dan gelas yang digunakan pelaku tidak dijadikan barang bukti dalam proses penanganan perkara tersebut serta menduga kepolisian menyembunyikan sejumlah fakta.