REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, rumah sakit yang menerapkan biaya tes cepat Covid-19 di atas ketentuan tarif tertinggi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan harus mendapatkan sanksi. "Sanksinya harus diatur oleh pemerintah. Bisa berupa sanksi denda atau sanksi administratif dengan menurunkan kelas rumah sakit," kata Saleh saat dihubungi di Jakarta, Selasa (7/7).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan kelas bagi rumah sakit merupakan suatu hal yang penting. Karena itu, bila ada sanksi yang jelas dan tegas, aturan mengenai tarif tertinggi tes cepat pasti akan dipatuhi.
Selain membuat aturan tentang ketentuan tarif tertinggi tes cepat Covid-19, ia mendorong Kementerian Kesehatan juga harus membuat aturan tentang sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut. "Kalau tidak sanksi, wibawa aturan tersebut dengan sendirinya perlu dipertanyakan," ujarnya.
Saleh menilai metode pengawasan terhadap tarif tes cepat tidak terlalu rumit. Cukup masyarakat melaporkan kepada Kementerian Kesehatan atau dinas kesehatan setempat bila menemukan rumah sakit yang menarik tarif tes cepat di atas ketentuan.
Di sisi lain, Saleh menilai pemerintah perlu memfasilitasi tes cepat sesuai dengan kebutuhan dalam rangka melindungi masyarakat yang lebih luas. "Pemerintah punya anggaran besar. Ketika Presiden Joko Widodo marah-marah soal serapan anggaran penanganan Covid-19 yang viral, disebutkan anggarannya Rp75 triliun," tuturnya.
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi. Menurut surat edaran tersebut, batasan tarif tertinggi untuk tes cepat antibodi adalah Rp150.000.