Kamis 02 Jul 2020 06:33 WIB

Mutasi Banyak Pejabat, Wali Kota Depok Dipanggil Bawaslu

Pemkot Depok mengeklaim, mendapat izin dari Pemprov Jabar dan Mendagri Tito.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengikuti upacara di halaman Balai Kota Depok.
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengikuti upacara di halaman Balai Kota Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok, Jawa Barat memanggil Wali Kota Depok Mohammad Idris untuk dimintai keterangannya terkait dengan pelaksanaan mutasi dan rotasi 39 pejabat di lingkungan pemerintah setempat.

"Kami meminta penjelasan dari Wali Kota Depok Mohammad Idris mengapa melantik pejabat, apa alasannya?" kata Ketua Bawaslu Kota Depok Luli Barlini di kantor Bawaslu Depok, Rabu (2/7).

Pemanggilan tersebut penting karena dalam dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri. Hal itu karena pilkada serentak, termasuk di Depok dijadwalkan berlangsung pada Desember 9 mendatang.

Koordinator Divisi Hukum, Data Informasi dan Humas Bawaslu Kota Depok, Andriansyah mengatakan, pihaknya melakukan pemanggilan tersebut untuk melakukan klarifikasi. "Mutasi dan rotasi di kalangan ASN Depok apakah itu sesuai atau tidak, atau ada konfirmasi lain terkait pergantian pejabat itu," katanya.

Pihaknya ingin mengonfirmasi masalah itu agar jelas dan tidak menjadi bahan pertanyaan di masyarakat. "Kami menjalankan fungsi pengawasan sesuai undang-undang," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Depok, Supian Suri yang datang ke Bawaslu mewakili Wali Kota M Idris menegaskan, pelantikan terhadap 39 ASN telah disetujui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Kami tidak berani kalau tidak ada persetujuan dari pemerintah pusat. Dalam hal ini dari Pak Mendagri (Tito Karnavian). Kami tahu aturan kok,” jelasnya.

Menurut Supian, pengajuan pelantikan ASN kepada pemerintah pusat dilakukan sejak Februari 2020 setelah disetujui Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Pertimbangan dari sana, kami hanya mengusulkan mengingat masih ada posisi yang kosong. Apalagi saat ini kita menghadapi pandemi Covid-19, demi efektivitas kinerja posisi kosong tersebut harus diisi,” tuturnya.

Dengan pelantikan ini masih ada beberapa posisi yang kosong. Seperti jabatan Sekretaris Badan Keuangan Daerah (BKD) atau Kepala Bidang (Kabid) Aplikasi dan Informatika (Aptika) Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo). "Serta beberapa jabatan pengawas juga masih kosong. Kami coba isi nanti," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement