Selasa 30 Jun 2020 21:18 WIB

Tiga Mantan Pengawas Pasar Modal OJK Diperiksa

Para saksi itu dimintai keterangan sebagai pengawas transaksi saham Jiwasraya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Fuji Pratiwi
Gedung Jiwasraya. Kejakgung memeriksa tiga orang mantan pengawas pasar modal OJK dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya.
Gedung Jiwasraya. Kejakgung memeriksa tiga orang mantan pengawas pasar modal OJK dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemeriksaan terhadap sejumlah mantan pejabat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus dilakukan dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya. Pada Selasa (30/6), Direktorat Pidana Khusus (Dirpidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa Yunita Linda Sari, Nova Efendi, dan Ika Dianawati Nadeak yang pernah menjabat pada fungsi pengawasan pasar modal dan efek di OJK.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menerangkan, Yunita selaku Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal 2 A OJK 2014-2017. Sedangkan Nova, pada periode yang sama sebagai Kabag Pengawasan Perdagangan 2 Transaksi Efek di OJK. Terakhir, Ika diketahui pernah sebagai Kabag Pengawasan Perdaganan 3 pada Direktorat Pengawasan Transaksi Efek di OJK 2014-2017.

Baca Juga

"Saksi-saksi itu dimintai keterangan dalam kaitannya sebagai pengawas transaksi jual beli saham Jiwasraya," kata Hari dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, pada Selasa (30/6).

Selain memeriksa tiga mantan pejabat OJK tersebut, tim penyidikan, juga meminta keterangan ahli dari OJK. Yakni, Seto Satriantoro, yang saat ini menjabat Kepala Direktorat Pengawasan Perdagangan 1 OJK.

Penyidik membutuhkan keterangan ahli tersebut, untuk mempertegas fungsi dan peran sejumlah nama yang sudah ditersangkakan dalam kasus dugaan korupsi dan TPPU Jiwasraya. "Ahli dilibatkan (dalam pemeriksaan) untuk mengetahui peran perorangan dan korporasi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka saat ini," kata Hari.

Perorangan yang dimaksud tersebut yakni Fakhri Hilmi, mantan kepala pengawasan 2 A OJK bersamaan dengan peningkatan status hukum 13 perusahaan manajer investasi (MI). Terhadap 13 perusahaan tersebut, Dirpidsus Kejakgung belum menyasar para pihak pengelola sebagai tersangka. Sebab, penyidik masih membutuhkan bukti-bukti tambahan tentang adanya keterlibatan aktif para pengelola dalam penerimaan dana setotal Rp 12,15 triliun dari pengalihan uang nasabah Jiwasraya, pada 2014-2018.

Namun diyakini, 13 perusahaan tersebut sebagai korporasi swasta tempat enam terdakwa Jiwasraya yang sudah diajukan ke persidangan, melakukan pencucian uang. Korporasi tersebut, pun terlibat dalam pengelolaan 21 reksa dana Jiwasraya yang bermasalah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement