Ahad 28 Jun 2020 18:26 WIB

Layanan Maksimal Bikin Joko Widodo Sembuh dari Covid-19

Dari dirawat di RS hingga tes swab, semua biaya dikover BPJS Kesehatan.

Penyintas Covid-19 yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Joko Widodo berbagi pengalaman bisa sembuh dari Covid-19.
Foto: Dok
Penyintas Covid-19 yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Joko Widodo berbagi pengalaman bisa sembuh dari Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra

Joko Widodo tidak pernah menyangka bakal menjadi pasien positif Covid-19. Sebagai penyintas Covid-19, Joko menceritakaan kronologi sampai bisa terkena virus corona. Dia menuturkan, anaknya yang seorang dokter pada awalnya merasakan gejala flu pada umumnya. Setelah ditelusuri, kata dia, ternyata anaknya baru menangani pasien yang membutuhkan perawatan di unit gawat darurat (UGD) sebuah rumah sakit (RS) di Kota Malang, Jawa Timur.

Ternyata, beberapa hari kemudian, pasien itu menunjukkan gejala tertular virus corona. Karena sejak awal pasien tidak jujur, menurut Joko, anaknya harus kontak langsung saat memberikan tindakan medis. Ternyata benar. Beberapa hari kemudian, tes swab sang pasien keluar, dan hasilnya positif Covid-19. "Awalnya (anak saya) merasakan ketidakberesan di badannya. Barulah dia berkesimpulan bahwa itu gejala Covid-19. Setelah beberapa hari, saya juga merasakan gejala yang sama,” kata Joko bercerita, belum lama ini.

Setelah menjalani tes swab, Joko dan anaknya yang dokter dipastikan juga tertular Covid-19. Hanya saja, berbeda dengan anaknya yang sempat kesulitan bernapas, Joko malah tidak merasakan gejala seperti orang sakit. Dosen bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), ini menceritakan gejala yang dialami ketika dinyatakan positif Covid-19. Menurut Joko, saat itu, tenggorokannya agak sakit untuk menelan makanan. Dia juga merasa agak pusing, demam dua hari, dan makan pun terasa tidak merasa enak.

Ketika hasil tes di laboratorium Universitas Airlangga (Unair) Surabaya keluar, ia akhirnya dibawa ke RSUD Saiful Anwar sebagai RS rujukan penanganan Covid-19 di Kota Malang. Ketika harus menghuni ruangan khusus pasien virus corona, Joko mengaku, empat hari tidak bisa tidur. Hal itu lantaran ia harus dirawat dengan dua pasien positif lain dalam satu ruangan, yang mana lampunya menyala sepanjang 24 jam. Selain itu, bunyi blower dan suara bising yang didengarnya akibat suasana hilir mudik pasien dan petugas medis di RS turut membuat Joko tak bisa memejamkan mata.

Apalagi ketika mendengar suara tabung oksigen menggelinding yang membuatnya tak bisa istirahat sama sekali. Perutnya juga mual, karena sulit mengonsumsi makanan dan minuman yang disediakan petugas medis. Ditambah ia mengonsumsi obat antibiotik hingga berefek pada pola tidur yang terganggu. Joko sempat membatin, mengapa pasien ketika dirawat di RS malah tidak mendapat ketenangan.

Setelah menyampaikan kondisi sebenarnya dan gangguan yang dialami selama di RSUD Saiful Anwar, ia pun mengajukan permintaan agar menjalani rawat jalan. Joko merasa lebih baik dirawat di rumah daripada di RS, karena kondisi fisiknya bugar sama sekali. Selain itu, Joko juga kehawatir malah tidak sembuh-sembuh lantaran harus bercampur dengan dua pasien Covid-19 lain dalam satu ruangan.

"Bukan berarti tak mau perawatan, pelayanan bagus, tapi saya tak bisa menyesuaikan terangnya lampu, hilir mudik, dan bising. Apalagi kamar mandi satu, dipakai bertiga," kata mantan pembantu rektor III UMM ini.

Setelah berdiskusi dengan dokter, didapat sebuah keputusan Joko dibolehkan pulang, dengan syarat wajib menjalankan protokol kesehataan. Dokter bisa memahami keadaan Joko, hingga dicapai kesepakatan selama menjalani masa isolasi mandiri wajib mengaktifkan ponsel. Joko juga berjanji tidak akan lari meninggalkan rumah, dan mematuhi setiap instruksi yang ditetapkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang terkait jadwal periksa tes swab.

"Saya minta dokter, diizinkan, dokter paham. Kalau pulang harus isolasi mandiri, tidak mematikan HP. Perawat itu minta maaf kalau melayani ada yang kurang, bagus malah itu pelayanannya," kata Joko yang memuji dedikasi dokter dan perawat yang melayani pasien dengan maksimal.

Joko menuturkan, baru setelah menjalani enam kali tes swab yang harus dikirim ke laboratorium Unair, ia akhirnya dinyatakan negatif. Tes terakhir dilakoninya pada 19 dan 20 Mei lalu. Joko kini terbebas dari virus corona, pun dengan keluarganya yang dites menunjukkan hasil negatif. Yang membuatnya gembira, berbagai layanan yang diterima itu semuanya ditanggung oleh pemerintah.

Sebagai peserta BPJS Kesehatan, ia merasa tidak pernah membayar biaya apa pun selama dirawat di RSUD Saiful Anwar maupun ketika harus menjalani tes swab oleh petugas Dinkes Kota Malang. "Apa betul biaya rumah sakit mahal? Kayaknya saya tak pernah ditarik apa-apa. Apa karena saya juga BPJS dan juga istri saya PNS di-Askes itu. Kalau seingat saya kalau mandiri macam-macam kalau sakit itu ndak mahal, masih wajar-wajar saja, semuanya terkover itu," kata Joko.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief mengatakan, lembaganya diberi penugasan khusus untuk memproses verifikasi klaim rumah sakit atas pemberian pelayanan kesehatan akibat bencana wabah virus corona. Melalui surat Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Nomor: S.22/MENKO/PMK/III/2020 tentang Penugasan Khusus Verifikasi Klaim Covid-19, kata dia, BPJS Kesehatan menindaklanjuti penugasan tersebut.

Budi menambahkan, sebagai dasar BPJS Kesehatan melaksanakan verifikasi klaim Covid-19, juga didukung Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/Menkes/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.

Dia menyebut, kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya adalah mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19, pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang dalam pemantauan (ODP) berusia di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta, serta ODP usia kurang 60 tahun dengan penyakit penyerta, baik itu WNI maupun WNA yang dirawat di RS di RI.

“Baik itu peserta JKN-KIS maupun belum terdaftar, atau rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau tidak, dapat dilakukan klaim pelayanan,” kata Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement