Kamis 25 Jun 2020 17:13 WIB

Orang Tua yang Pasrah pada PPDB Zonasi Jakarta

Masalah usia menjadi isu utama di PPDB zonasi Jakarta.

Petugas melayani orang tua siswa di posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 70, Jakarta, Kamis (25/6). Proses PPDB jenjang SMA untuk jalur zonasi di DKI Jakarta resmi dibuka pada hari ini yang diperuntukkan bagi calon perserta didik berdomisili di wilayah Provinsi DKI Jakarta. PPDB jalur zonasi di DKI Jakarta menyediakan kuota 40 persen dari daya tampung sekolah. Apabila jumlah pendaftar melebihi daya tampung, seleksi dilakukan dengan pertimbangan usia calon peserta didik baru, urutan pilihan sekolah dan waktu mendaftar. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani orang tua siswa di posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 70, Jakarta, Kamis (25/6). Proses PPDB jenjang SMA untuk jalur zonasi di DKI Jakarta resmi dibuka pada hari ini yang diperuntukkan bagi calon perserta didik berdomisili di wilayah Provinsi DKI Jakarta. PPDB jalur zonasi di DKI Jakarta menyediakan kuota 40 persen dari daya tampung sekolah. Apabila jumlah pendaftar melebihi daya tampung, seleksi dilakukan dengan pertimbangan usia calon peserta didik baru, urutan pilihan sekolah dan waktu mendaftar. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Silvy Dian Setiawan, Arie Lukihardianti

Dewi Julia tidak lagi berharap anaknya diterima di SMA negeri di DKI Jakarta tahun ini. Padahal ia sudah berencana mendaftarkan anaknya di dua sekolah yakni SMA Negeri 8 Jakarta atau SMA Negeri 106 Jakarta.

Baca Juga

"Mau bagaimana lagi, saya sama anak saya pasrah saja nggak bisa ikut PPDB zonasi masuk (SMA) negeri. Padahal kami berharap sama DPRD kemarin, bisa menghilangkan syarat usia. Tapi ternyata Disdik-nya ngotot," kata Dewi kepada wartawan, Kamis (25/6).

Kemarin, Dewi menjadi salah satu orang tua murid yang ikut pertemuan dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta di DPRD. Ia bersama orang tua lainnya berharap pemerintah menghilangkan syarat usia.

Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi di DKI Jakarta yang mensyaratkan usia hari ini resmi dibuka. Dewi mungkin sama seperti banyak orang tua lain yang memilih pasrah dengan proses pendaftaran PPDB melalui website. Salah satunya karena alasan syarat usia khususnya di menengah atas yang membuat peserta didik berusia 14-15 tahun tidak dapat mengikuti pendaftaran.

Untuk tetap membahagiakan anaknya, Dewi akhirnya memilih menyekolahkan anaknya di sekolah swasta di Jakarta Selatan. Walaupun merasa berat dengan besarnya biaya masuk dan pendaftaran, menurut dia, ini pilihan terakhir agar tidak memutuskan semangat anaknya untuk tetap sekolah dan belajar.

"Mau nggak mau, daripada anak saya kehilangan motivasi kalau harus menunggu tahun depan, saya terpaksa harus daftarkan ke swasta," ujarnya.

Walaupun sebenarnya masih ada jalan lain yaitu PPDB jalur prestasi, Dewi mengakui akan sangat berat bagi anaknya bersaing di PPDB jalur prestasi. "Saya rasa sulit kalau harus berlomba prestasi dengan siswa se-Jakarta, apalagi kuotanya juga kecil, dan akreditasi SMP sebelumnya jadi pertimbangan, jadi nggak terlalu berharap juga dengan PPDB prestasi," terangnya.

Kendala juga terjadi ketika website PPDB jalir zonasi sempat down. Tita, orang tua murid, yang sedang mendaftarkan anaknya di SMA Negeri mengaku website PPDB sempat yang down mengganggu proses pendaftaran peserta didik.

Tita mengaku anaknya yang mendaftar PPDB jalur zonasi akhirnya terpental dari sekolah terdekat, SMA 70, karena syarat usia setelah ketentuan zonasi diberlakukan. "Iya sempat down, kemudian kembali bisa dibuka. Tapi tadi saya daftar dan ikuti proses anak saya sudah kepental dari SMAN 70," kata Tita.

Tita mengaku cukup kecewa dengan kebijakan PPDB DKI jalur zonasi tahun ini, yang memberlakukan syarat usia agar diterima. Ia melihat Dinas Pendidikan DKI tidak memahami psikologis orang tua dan siswa yang lolos di SMA Negeri. Bagaimana kekecewaan para siswa yang telah belajar selama berbulan-bulan agar bisa masuk ke sekolah negeri.

"Mereka tidak merasakan kekecewaan kami orang tua murid, dan anak anak yang tidak keterima di negeri akibat kebijakan zonasi usia ini," jelasnya.

Meski siswa yang ditolak di jalur PPDB zonasi bisa mencoba di jalur prestasi, Tita namun mengatakan peluang anaknya diterima di jalur prestasi pun tidak lebih besar dari jalur zonasi.

Seperti Dewi, Tita beralasan jalur prestasi hanya menampung 20 persen siswa dari proses PPDB tahun ajaran 2020. Sedangkan bila mendaftar ke sekolah swasta, Tita mengaku tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya sekolah swasta.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menjelaskan jalur PPDB zonasi tahun ini memang berkurang sebesar 10 persen karena dialihkan untuk jalur afirmasi. Jalur tersebut memberikan peluang atau kesempatan untuk masyarakat bawah dan juga anak dari tenaga medis yang meninggal ketika menangani pasien Covid-19.

“Kami memberi peluang lebih untuk anak panti, anak para tenaga medis, anak pemegang KJP, anak pengemudi JakLingko, dan anak yang terdaftar dalam data terpadu kesehteraan sosial (DTKS) mendapat kesempatan belajar,” jelasnya.

Sementara persyarataan usia yang dipersoalkan dalam jalur zonasi, ditegaskan Nahdiana bukan menjadi tolak ukur yang pertama. Usia menjadi opsi ketika pendaftar jalur zonasi sudah melebihi daya tampung sekolah.

“Padahal sudah kita ulang beberapa kali di Jakarta, yakni tahun 2017, 2018, 2019 menggunakan (persyaratan) ini, dan kami tidak mengubahnya di tahun 2020,” tuturnya.

Nahdiana menjelaskan apabila ada dua calon siswa memiliki jarak tempuh yang sama dari rumah menuju sekolah, dan kapasitas tidak memadai, maka usia menjadi tolak ukur yang akan digunakan. “Jadi tetap pakai jarak per Kelurahan, apabila kapasitas sekolah penuh, maka yang memiliki jarak tempuh sama, akan kami pertimbangkan lewat umur,” terangnya.

Selain itu dia mengatakan bagi siswa yang karena syarat usia akhirnya tidak masuk PPDB zonasi, dan harus memilih sekolah swasta, Dinas Pendidikan DKI akan memberikan bantuan pembiayaan. Bantuan ini terutama diberikan bagi siswa atau orang tua siswa yang tidak mampu melalui jalur KJP atau berupa biaya uang sekolah.

Dari info yang dihimpun, presentasi kuota jalur PPDB tahun ajaran 2020-2021 untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) yakni jalur afirmasi sebesar 25 persen, jalur zonasi 40 persen, jalur prestasi akademik 20 persen, non akademik 5 persen dan luar DKI 5 persen, serta jalur pindah tugas orang tua 5 persen.

Koordinator Komisi E DPRD DKI Jakarta Zita Anjani sebelumnya meminta Disdik untuk meluruskan salah satu persyaratan jalur zonasi yang menggunakan kriteria usia tertua untuk diprioritaskan. “Saya rasa orang tua siswa bisa menerima asalkan ada solusi ataupun diskresi. Jadi kita tidak perlu mengubah kuota zonasi,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria. Menurutnya Disdik tidak perlu mengubah kuota yang telah ditetapkan. Sebab, jika ada siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, maka akan mendapat bantuan berupa kartu jakarta pintar (KJP) serta pembebasan biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

“Kalau nanti kita ubah lagi, akan terjadi lagi orang yang merasa dirugikan. Kalau ada yang tidak masuk negeri, masuklah ke (sekolah) swasta. Di swasta pun akan diberi keringanan-keringanan dan kita nanti akan kunci lagi dengan perda pendidikan,” ujarnya.

PPDB Luar Jakarta

Kisruh seputar PPDB tidak hanya terjadi di Jakarta. Di Yogyakarta, PPDB SMA/SMK menuai kontra karena masuknya nilai USBN SD/MI sebagai bobot tambahan nilai rapor SMP saat seleksi PPDB SMA/SMK.

Formulasi perhitungan nilai dalam PPDB tahun ini, sebelumnya diambil dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen. Namun, ada perubahan petunjuk teknis (juknis) pada 2020 yang diubah oleh Disdikpora Yogyakarta.

Formulasi diubah menjadi, rata-rata nilai rapor ditambah dengan nilai UN SD dengan total bobot sebesar 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, Didik Wardaya, mengatakan akan membuat standar sendiri PPDB pada 2021 mendatang. "Kita buat standar sendiri, tentunya regulasi akan berubah. Penetapan zonanya sudah pasti sama, tapi alat standar untuk ini bisa jadi berubah," kata Didik kepada Republika.

Permasalahan PPDB di Yogyakarta juga akan ditindaklanjuti Ombudsman Perwakilan Yogyakarta. Kepala Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Yogyakarta, Budhi Masthuri, mengatakan akan tetap menindaklanjuti aduan terkait proses PPDB SMA/SMK 2020. Harapannya rekomendasi menjadi catatan perbaikan bagi Disdikpora untuk PPDB tahun depan.

"Kalau secara substansi permasalahannya masih diperlukan dan walaupun kita ubah (kebijakannya) masih bisa dipakai, mungkin bisa saja kita berikan syarat untuk perbaikan (PPDB di 2020). Tapi kalau tahapan itu sudah selesai dan sudah masuk tahap selanjutnya, tidak mungking kita mengubah tahapan yang sudah berlangsung. Nanti itu bisa jadi catatan evaluatif dari kita ke Disdikpora untuk PPDB berikut," jelasnya.

Dari Bandung, PPDB tahap kedua berjalan hari ini. Kepala SMAN 10 Kota Bandung, Ade Suryaman, mengatakan hari pertama PPDB tahap kedua ini relatif berjalan lancar. Tidak ada keluhan, yang berarti. Meskipun, masih ada orangtua siswa yang datang ke sekolah, tapi ini bukan kendala berarti.

Menurutnya, ia harus melayani masyarakat yang datang. Apalagi dari orangtua yang tidak memiliki akses untuk melakukan pendaftaran secara daring.

"Ya, kami ikut memfasilitasi. Tapi untuk pendaftaran dilakukan sepenuhnya olah calon peserta didik dan orangtuanya,” kata Ade.

Ade mengatakan, sudah mengantisipasi jika ada yang orangtua yang datang ke sekolah, termasuk untuk konsultasi. Tentunya, persiapan yang dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.

Hal senada diungkapkan Kepala SMAN 8 Kota Bandung, Suryana, pada hari pertama pendaftaran PPDB di sekolahnya tidak ada kendala yang berarti. “Ya kalau di sekolah yang dituju kan tidak ada proses pendaftaran. Semua pendaftaran dilakukan oleh sekolah asal dan mandiri. Tapi laporan dari panitia PPDB, hari pertama berjalan seperti biasa tidak ada kendala berarti,” katanya.

Bagi mereka yang memiliki akses untuk mendaftar mandiri, kata dia, maka lakukanlah secara mandiri. Karena, setiap calon peserta didik memiliki akun tersendiri. Kecuali pendaftarannya dilakukan kolektif oleh sekolah asal, itu dikoordinasikan oleh pihak sekolah.

“Kendati PPDB ini dilakukan secara daring, tapi ada saja masyarakat yang datang ke sekolah. Entah itu, karena masih tidak paham dengan aturan atau hanya untuk konsultasi. Ya, sekolah bisa memfasilitasi hal itu dengan menjaga protokol kesehatan,” kata Suryana.

 

Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat, Iwan Hermawan mengatakan hingga Senin sore, pihaknya belum menerima kendala berarti pada PPDB pertama tahap dua. “Belum ada laporan di hari pertama ini,” katanya.

Iwan memprediksi, di hari pertama PPDB ini biasanya oranagtua tidak terlalu banyak yang mendaftar. "Mereka biasanya mendaftarkan anaknya di hari-hari terakhir," katanya.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement