Kamis 25 Jun 2020 01:35 WIB

BPKP Temukan Masalah Almatkes dan Klaim Covid-19

Spesifikasi Almatkes tidak sesuai standard dan ada masalah klaim RS

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh mengungkap permasalahan pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ) alat material kesehatan (almatkes) serta klaim rumah sakit dalam penanganan Covid-19. Hal itu disampaikan dalam diskusi interaktif virtual yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/6).

"Pengadaan almatkes kondisinya yang sering terjadi berdasarkan pengawasan kami, monitoring kami, review kami selama ini, spesifikasi tidak sesuai standar Kemenkes," ujar Ateh.

Selain itu, pengadaan almatkes kondisinya juga belum ada izin edar, barang sulit diperoleh dan harganya fluktuatif, spesifikasi barang yang datang tidak sesuai pesanan, serta pengadaan almatkes dikenakan pajak. Menurut Ateh, BPKP bersama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Daerah melakukan pemantauan dan pendampingan secara simultas atas proses PBJ penanganan Covid-19.

Ia mengatakan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah (pemda) saat ini memastikan pengadaan barang/jasa sesuai kebutuhan penanganan Covid-19. Hal ini bisa dikonsultasikan dengan BPKP Perwakilan di masing-masing daerah.

Selanjutnya, permasalahan yang menjadi fokus BPKP terkait klaim rumah sakit rujukan Covid-19. Ateh menuturkan, rumah sakit belum mengajukan klaim perawatan Covid-19 karena banyak yang belum memahami ketentuan Kemenkes HK.01.07/Menkes/238/2020.

"Kami kemarin baru saja berkoordinasi dan rapat dengan seluruh jajaran direksi dari BPJS," kata Ateh.

BPKP berkoordinasi dengan Kemenkes dan BPJS Kesehatan untuk mengatasi bottle neck pembayaran rumah sakit terkait penanganan pasien Covid-19. Kemudian BPKP mendorong revisi Peraturan Menkes untuk menghilangkan dispute terkait klaim penanganan pasien Covid-19.

Sementara, Ateh meminta pemda berkoordinasi dengan BPKP dan BPJS di wilayah masing-masing untuk memperlancar proses klaim rumah sakit yang menangani pasien Covid-19. Sebab, dana yang disiapkan sudah besar sekali oleh pemerintah pusat.

"Namun pencairan dananya sampai sekarang baru mungkin mencapai sekitar 30 an persen atau 40 persen," kata Ateh.

Ia menyebutkan, uang negara atau daerah yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19, sementara mencapai Rp 790,31 triliun. Jumlau tersebut berasal dari refocusing kegiatan dan realokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 72,63 triliun, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebanyak Rp 695,2 triliun, serta dana desa Rp 22,48 triliun.

Ia memerinci, APBN telah didistribusikan untuk anggaran kesehatan sebesar Rp 87,55 trilliun, jaring pengaman sosial Rp 203,90 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, sektor UMKM Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun, serta dukungan sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp 106,11 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement