Senin 22 Jun 2020 15:48 WIB

Jaksa Tolak Alasan Spontanitas Terdakwa Menyerang Novel

Pada hari ini jaksa membacakan replik atas pembelaan terdakwa kasus Novel Baswedan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Suasana sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. (ilustrasi)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Suasana sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6), menyampaikan tanggapan (replik) atas nota pembelaan (pleidoi) dua terdakwa penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir. Dalam repliknya, JPU menegaskan, alasan spontanitas menyiramkan air keras terhadap Novel tidak berdasar.

"Alasan spontanitas tidak beralasan sehingga tidak dapat diterima," kata jaksa Satria Irawan menyampaikan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6).

Baca Juga

Dalam repliknya, JPU menilai kesimpulan yang disampaikan kuasa hukum terdakwa yang menyebut tidak ada maksud untuk mencelakai korban dalam hal ini Novel Baswedan tidak berdasar. Pasalnya, akibat ulah kedua terdakwa, mata kiri Novel Baswedan tidak berfungsi dan mata kanan hanya berfungsi 50 persen.

"Dapat disimpulkan penasihat hukum mengatakan tidak ada maksud mencelakai korban, itu hanya keterangan terdakwa tanpa didukung alat bukti," kata jaksa menegaskan.

"Padahal, dalam fakta persidangan terungkap ketika ada pemberitaan soal Novel Baswedan telah berkhianat sehingga timbul keinginan memberi pelajaran dan membuat Novel mengalami luka berat," kata jaksa menambahkan.

Karena itulah, penganiayaan berat hanya untuk memberi pelajaran kepada Novel sangat tidak beralasan. Pasalnya, perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan mata kiri Novel Baswedan tidak berfungsi dan mata kanan hanya berfungsi 50 persen.

"Dengan demikian, dalil penasihat hukum tidak ada maksud terdakwa celakai korban tidak beralasan sehingga tidak dapat diterima," kata Satriawan menegaskan.

Dalam pembacaan pleidoi pekan lalu, tim kuasa hukum terdakwa menyebut kliennya melakukan penyiraman tidak dilakukan dengan perencanaan, tetapi sebagai bentuk spontanitas yang didorong atas dasar kebencian terhadap perilaku saksi korban yang tidak lagi menghargai jiwa korsp kepolisian. "Pencarian alamat melalui Google, melalui survei, dan mencampur air aki dengan air tidaklah dapat dikatakan sebagai bentuk perencanaan karena terdakwa tidak memikirkan segala akibat atau risiko yang terjadi," kata tim kuasa hukum terdakwa.

Dalam kesempatan itu, tim kuasa hukum terdakwa meminta kedua kliennya dibebaskan. Pasalnya, menurut pihaknya, berdasar fakta persidangan, kedua terdakwa tidak terbukti merencanakan penganiayaan berat terhadap penyidik Novel Baswedan. "Membebaskan terdakwa dari segala dawkaan atau setidaknya melepaskaan terdakwa dari tuntutan," kata tim kuasa hukum tersebut.

Sebelumnya, dalam pembacaan surat tuntutan di PN Jakarta Utara, Kamis (11/6), kedua terdakwa, Rahmat dan Ronny, dituntut 1 tahun pidana penjara. Dalam persidangan, JPU menyebut bahwa terdakwa tidak ada niat melukai dan tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel Baswedan sehingga dakwaan primer dalam perkara ini tidak terbukti.

Menurut jaksa, kedua terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa dinilai jaksa hanya akan memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

photo
Sidang awal penyiraman air keras ke Novel Baswedan digelar. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement