REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat bernama Russ Albert Medlin ditangkap di Jakarta Selatan. Pria yang diketahui merupakan buronan FBI itu terlibat kasus melakukan hubungan seksual dengan anak di bawah umur selama berada di Indonesia.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, Russ ditangkap di sebuah rumah di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ahad (14/6). Yusri menyebut, penangkapan dilakukan setelah menerima laporan masyarakat bahwa sering melihat sejumlah anak perempuan di bawah umur keluar masuk rumah tersebut.
"Kemudian dilakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan ada anak kecil di bawah umur sekitar 15 tahun sampai 17 tahun," kata Yusri di Mapolda Metro Jaya, Selasa (16/6).
Yusri mengungkapkan, pihaknya mengamankan tiga anak perempuan di bawah umur, masing-masing berinisial SS, LF dan TR. Mereka diketahui baru saja melayani nafsu bejat Russ dengan bayaran Rp 2 juta per orang.
Russ pun diketahui sering merekam dan memotret dirinya bersama anak-anak itu saat melakukan hubungan seksual. Menurut dia, diduga Russ merupakan seorang pedofil atau menyukai hubungan seksual dengan anak di bawah umur.
"Dia (Russ) kemungkinan pedofil, ini dugaan sementara," ujar Yusri.
Berdasarkan informasi yang diterima dari pihak FBI, sambung Yusri, selama berada di Amerika Serikat pelaku juga diketahui merupakan residivis dalam kasus serupa, yakni melakukan hubungan seksual dengan anak di bawah umur. "Yang bersangkutan residivis kasus pedofil. Dia sudah pernah dua kali didakwa di Amerika Serikat tahun 2006 dan 2008," ungkap Yusri.
Hingga saat ini, kepolisian masih melakukan penyidikan dan mengejar satu pelaku lainnya, yakni perempuan asal Indonesia berinisial A. Dia berperan menyediakan jasa hubungan seksual anak di bawah umur bagi pelaku.
Atas perbuatannya, pelaku dikenakan Pasal 76 juncto Pasal 81 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman penjara paling singkat lima tahun, dan paling lama 15 tahun, dan denda Rp 5 miliar.