REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan penyelundupan senjata api Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen berharap mendapat keadilan atas perkara pengujian Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada hari ini, Kivlan hadir langsung di gedung MK, Jakarta.
"Semoga saya mendapat keadilan dan saya mendapat rahmat di dalam saya mengajukan petitum ini. Saya berserah diri, semoga Allah mengabulkan permohonan saya di hadapan Yang Mulia. Terima kasih," ujar Kivlan, Senin (15/6).
Pengujian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api itu merupakan permohonan uji materi pertamanya ke Mahkamah Konstitusi lantaran kasus konkret yang membelitnya. Menurut Kivlan Zen, UU Senjata Api mengandung ketidakpastian hukum serta menyebabkan diskriminasi.
Kivlan mendalilkan dalam permohonannya, Indonesia mengalami perubahan cepat dalam hal perundang-undangan, tetapi undang-undang mengenai senjata api dan/atau amunisi masih sangat terbatas, yakni Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Menurut dia, tidak efektif lagi apabila segala sesuatu terkait senjata api, amunisi dan bahan peledak disangkakan dengan norma tersebut.
Sementara selama ini, kata pemohon, belum pernah satu pun tersangka yang melanggar undang-undang itu dituntut dengan hukuman mati, penjara seumur hidup atau 20 tahun. Menanggapi pernyataan Kivlan Zen tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan usai sidang panel, permohonan akan dilaporkan dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH).
"Pak Kivlan dan para kuasa, ini akan kami bertiga laporkan di dalam sidang pleno atau sidang rapat pemusyawaratan hakim bersembilan, terserah pada yang lain untuk membahas masalah ini, bagaimana kelanjutannya," ucap Arief Hidayat.