REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Keluarga Alumni Universitas Hasanuddin Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (IKA UH Jabodetabek) menggelar diskusi online membahas tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus Novel Baswedan. Dalam diskusi tersebut, mereka menganggap tuntutan jaksa telah mencederai keadilan.
Jaksa dalam kasus Novel Baswedan hanya menuntut terdakwa satu tahun penjara. Padahal kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK pada 2017 itu telah membuat satu bola mata Novel Baswedan menjadi buta.
"Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan. Keadilan adalah jaminan hidupnya masyarakat, sebaliknya akan meruntuhkan tatanan masyarakat. Jangan sampai itu terjadi,” kata Ketua IKA UH Jabodetabek, Muhammad Ismak, Ahad (14/6).
Dr Syamsuddin Mochtar selaku narasumber diskusi menjelaskan, apabila dilihat berdasar dari ketentuan hukum, tidak ada yang dilanggar atas tuntutan satu tahun yang dilakukan Jaksa terhadap pelaku penyiraman air keras. Hanya saja, dalam kacamatanya dan jika melihat dari sudut pandang kewajaran, maka ada rasa keadilan yang tercederai.
“Tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar atas tuntutan satu tahun oleh JPU, namun persoalan dari tuntutan tersebut dari sudut pandang kewajaran, ada rasa keadilan yang tercederai,” ungkapnya.
Senada dengan itu, mantan Wakil Ketua KPK Masa Bakti 2015-2019, Dr Laode M Syarif yang juga hadir sebagai narasumber menuturkan, dia melihat langsung kondisi Novel Baswedan yang mengalami cacat permanen pascapenyiraman air keras. Sehingga menurutnya bukan hal yang sulit untuk merumuskan suatu tuntutan yang memenuhi rasa kemanusiaan dan keadilan.
“Saya melihat langsung kondisi Novel Baswedan, jadi akibatnya itu cacat tetap. Bukan hal sulit untuk merumuskan suatu tuntutan yang memenuhi rasa kemanusiaan dan keadilan. Akibatnya jelas, niatnya juga untuk membuat seseorang menderita,” kata Laode.